Penulis: Dhuha Hadiansyah

Gaya politisi kawakan SBY “menjual” AHY ke rakyat DKI

Demi AHY menang di Pilkada DKI, SBY rela turun gunung dan ikut menjual pesona putra tertuanya itu ke publik./*ist

PILKADA DKI 2017 tak semata-mata kontes politik daerah, akan tetapi di balik layar ada pertarungan para pembesar negeri ini. Tiga pasang calon, Agus-Sylviana, Ahok-Djarot dan Anies-Sandiaga adalah respresentasi dari, secara berturut-turut, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), Megawati Soekarnoputri dan Prabowo Subianto.

Maka, demi memenangkan pertarungan besar ini, SBY tak canggung untuk turun gunung membela martabat anak dan partainya.

Tak hanya memimpin rapat -rapat strategis terkait upaya pemenangan Agus Harimurti Yudhoyono dan Sylviana Murni dalam pemilihan kepala daerah DKI Jakarta, SBY dalam sejumlah kesempatan juga tak luput menyelipkan acara tebar pesona Agus sebagai calon pemimpin masa depan Jakarta, dan nantinya tentu diproyeksikan Indonesia.

Dalam pertemuan dengan para pegiat koperasi di kediamannya di Cikeas, Bogor pada Selasa (14/12/2016) misalnya, SBY dengan gaya pidatonya yang khas, tak lupa mengarahkan pikiran hadirin supaya tertambat pada Agus dan pasangannya.

Supaya Jakarta semakin adil, demokratis, bermartabat dan sejahtera, SBY berujar, “Pilihlah gubernur dan wakil gubernur yang kira-kira hatinya, pikirannya, tenaganya nanti untuk membikin jakarta makin maju, makin aman dan damai, makin adil, makin demokratis makin bermartabat dan makin sejahtera.”

Baiklah, dengan janji-janjinya seperti itu, SBY membuktikan diri sebagai politisi sejati. Pasalnya, Presiden AS Woodrow Wilson (1856-1924) pernah berkata “Kesejahteraan harus dijadikan tema pertama dalam kampanye politik.” Membangun mitos negara sejahtera sampai kapun sepertinya bakal relevan.

Jika harus berbicara santun dan manis di depan publik, politisi lain, terutama Ahok, patut meniru SBY. “Tadi Agus Harimurti dan Sylviana Murni melewati saya menyampaikan salam hormat, salam hangat dan salam sayang,” katanya kepada hadirin dengan logat Jawa, yang lembut secara alamiah.

Menurut SBY, Agus dan Sylvi saat ini tengah sibuk berkeliling pelosok Jakarta. Mereka berkeliling setiap hari menemui konstituen. Maka, jangan heran jika Agus “tak sempat” menghadiri undangan debat dari stasiun TV, insan kampus mapun aktivis.

Dalam suasana pertarungan, bukan politisi jika tidak menyerang. Namun, lagi-lagi, serangan SBY kepada dua kompetitor lain sangat halus.

“Banyak orang mengaku saya memimpin rakyat, tetapi tidak prorakyat. Saya dipilih oleh rakyat; saya harus menghormati rakyat. Kenyataannya, rakyat diperlakukan tidak baik,” kata SBY menirukan janji-janji muluk pasangan lain.

Orang tentu mafhum ini untuk calo yang mana, apalagi ucapan SBY ini diikuti oleh teriakan dari kursi jemaah, “gusur, gusur!”.

Kepada pasangan kompetitor satu lagi, SBY dengan bahasa halus mengatakan, “Saya sangat mengutamakan rakyat; saya tahu yang diinginkan rakyat, tapi jarang ketemu rakyat.”

“Itu pemimpin rakyat bukan itu?” tanya SBY dalam pertemuan tersebut, yang tentu saja disambut teriakan, “Bukan, bukan!”.

Menurut SBY, pemimpin rakyat harus lebih memilih datang langsung untuk mendengarkan keluhan rakyat. Pemimpin harus mendengarkan apa yang menjadi uneg-uneg rakyat, kemudian mencatat lalu mewujudkan apa yang menjadi aspirasi rakyat jelata. Saat ini, yang bisa dilakukan Agus tentu baru pada tahap datang, dengar dan catat.

Demikian cara politisi kawakan Susilo Bambang Yudhoyono dalam “menjual” nama anak sulungnya yang ganteng itu, kebetulan semua calon gubernur Jakarta kali ini ganteng-ganteng.

Barangkali ada yang kepincut, Anda boleh pilih dia nanti di tanggal 15 Februari 2017; jika kurang tertarik, Anda pun sah mengalihkan dukungan. Namanya juga demokrasi, kita bebas pilih siapa yang kira-kira bisa mewakili aspirasi kita.

 

Be the first to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.


*