Benarkah modal maju Pilwali Surabaya Rp 300 miliar plus-plus?

JURNAL3 / SURABAYA – Siapa saja kader PDIP yang bakal bertarung di Pemililihan Walikota (Pilwali) Surabaya 2020, makin terang. Ketua DPRD Kota Surabaya Armuji, lalu Wakil Walikota Surabaya Whisnu Sakti Buana. Di sisi lain, ada suksesor Risma dari kalangan birokrat yakni Eri Cahyadi dan Hendro Gunawan. Dari semua ini, siapa yang paling siap soal finasial? Benarkah untuk menjadi Walikota Surabaya harus tersedia kocek Rp 300 miliar (in cash)?

Surokim Abdussalam, peneliti dari Surabaya Survei Center (SSC) menyebut dana untuk running Pilwali Surabaya 2020 bisa mencapai lebih dari Rp 250 miliar-Rp 300 miliar. Bahkan ia menyebut, dana tersebut masih bisa dibilang minimalis.

“Secara riil tentu jauh lebih besar dari angka itu. Dalam konteks Pilwali langsung, kebutuhan dana akan mulai membesar sejak kontes di internal partai. Mulai dari penjaringan, penilaian, hingga pemberian rekomendasi,” ungkap Surokim.

Sudah menjadi rahasia umum di publik, bahwa pencalonan pada sebuah Pilkada langsung membutuhkan anggaran besar. Tidak hanya digunakan pada saat kampanye dan pemungutan suara saja. Tapi proses pencalonan hingga mendapat rekomendasi parpol, juga membutuhkan dana tak sedikit. Apalagi jika parpol terkait memiliki jumlah kursi besar di DPRD.

Belum lagi, lanjut Surokim, jika sudah memasuki masa pendaftaran di KPU. Tentu butuh dana sosialisasi, kampanye, dan juga pemenangan yang tidak sedikit. Tahap itu sangat membutuhkan dana yang banyak. Calon Walikota harus menyiapkan Alat Peraga kampanye (APK), termasuk iklan di media.

Apalagi menjelang dua bulan dari hari H, kebutuhan dana kian menggelembung untuk pemenangan. Pada tahapan ini calon walikota harus menyiapkan dana saksi untuk Tempat Pemungutan Suara (TPS) di Surabaya yang juga cukup besar. Berdasarkan Pemilu 2019 saja, jumlah TPS mencapai 8.144 TPS.

“Belum lagi jika ada money politics. Kendati di Surabaya efektivitasnya terus menurun. Tetapi kebutuhan dana itu biasanya tetap ada menghiasi Pilwali Surabaya. Sedangkan wilayah dan pemilih Surabaya relatif besar. Jadi pembiayaan juga pasti besar,” ujarnnya.

Jika merujuk Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) dikpk.go.id, harta Whisnu Sakti Buana paling tinggi dibanding kandidat lainnya, baik Armuji, Hendro Gunawan maupun Eri Cahyadi. Whisnu melaporkan harta kekayaannya pada 19 Agustus 2015, dengan total kekayaan Rp 20.527.116.750.

Sedang Armuji dari Laporan LHKPN yang dibuat per 31 Maret 2015, total kekayaannya mencapai Rp 8.235.300.000. Kemudian Hendro Gunawan yang melaporkan LHKPN pada 26 September 2016, aset yang dimiliki sebesar Rp 3.093.886.287.

Kekayaan paling kecil dimiliki Eri Cahyadi. Alumni ITS ini melaporkan LHKP per 29 Juni 2016 tercatat Rp 1.243.325.785. Meski modal finansialnya paling kecil, tapi usianya yang terbilang paling muda, dinilai bisa mengget suara kalangan milineal Surabaya yang tak dimiliki kandidat lain.

Tapi semuanya berpulang pada kesempatan, ketersediaan dan momentum.@wan

Be the first to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.


*