JURNAL3 / JAKARTA – Nilai tukar Rupiah terhadap Dolar Amerika Serikat diramal bakal bergejolak pada medio 2021-2022. Ramalan ini merujuk kepada kebijakan bank sentral AS The Fed.
Ramalan tersebut disampaikan oleh Menteri Keuangan era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), Muhammad Chatib Basri. Dia memperkirakan The Fed akan mengerek tingkat suku bunga acuan pada 2021.
Perkiraan itu berdasarkan hasil survei dari anggota rapat Federal Open Market Committee (FOMC), yang menyebut jika tingkat suku bunga The Fed masih akan datar (flat) pada 2019-2020, namun harus naik lagi pada 2021-2022.
“Berarti Rupiah akan stabil di 2019-2020 dan bahwa mungkin Rupiah akan bergejolak di 2021-2022,” kata Chatib Basri.
Dia menjelaskan kebijakan moneter bank di bawah kepemimpinan Jerome Powell itu akan mempengaruhi negara-negara berkembang, termasuk Indonesia. Jika The Fed menurunkan suku bunga, maka arus modal cenderung mengalir ke negara berkembang sehingga memperkuat nilai tukar rupiah.
Sebaliknya, jika The Fed mengerek naik suku bunga maka aliran modal beramai-ramai kembali ke AS. Tahun 2019 dan 2020, ia memprediksi The Fed belum akan menaikkan suku bunga, tetapi ruang The Fed untuk menurunkan suku bunga juga terbatas.
“Jika itu kondisi yang ada maka mungkin kita akan punya gambaran Rupiah yang relatif stabil di tahun ini dan tahun depan sekitar Rp14.500 atau dalam rentang dalam asumsi pemerintah,” tuturnya.@sal