Jurnal3.net/ MALANG – Peraturan Senat Universitas Brawijaya Nomor 1 Tahun 2021 tentang Tata Cara Pemilihan Anggota Senat Universitas untuk pertama kali mendapatkan kritik keras. Peraturan yang dikeluarkan pada 15 November 2021 ini dinilai tidak sesuai dengan hati nurani civitas akademika.
Anggota Senat UB, Prof. Marjono menyampaikan Gugatan hukum merupakan langkah terakhir agar peraturan senat yang tak sesuai dengan hasil rapat pleno Senat UB tidak bisa diperlakukan karena dianggap mencederai keadilan dan demokrasi.
“Melalui jalur hukum (PTUN) hanya bisa jadi pilihan,”lugas guru besar dari FMIPA UB, Prof. Marjono, dalam rilis yang terima oleh awak media. Sabtu (20/11).
Lanjut, Prof Marjono menambahkan, langkah ini merupakan hak yang dimiliki oleh anggota Senat UB ketika ada kebijakan yang tak sesuai dengan prosedur.
“Kita akan secara resmi mengajukan perubahan Pasal 9 Ayat (2) Persenat UB kepada Ketua Senat,” tegasnya.
Terpisah, Prof Eddy Suprayitno juga menyatakan protes melalui jalur hukum merupakan langkah konstitusional dengan diiringi usaha-usaha lainnya yang non-yudisial. Untuk itu, segenap upaya akan ditempuh agar proses penyusunan regulasi di Senat UB bisa lebih baik lagi.
“(Jalur hukum) Itu langkah terakhir setelah usulan perubahan mendapatkan penolakan,” jelasnya.
Dalam rapat pleno Senat UB pada 15 November 2021, diputuskan bahwa, mekanisme pemilihan anggota Senat Akademik Universitas diserahkan ke mekanisme fakultas. Namun, hasilnya dalam bentuk Peraturan Senat UB berbeda. “Ini harus diluruskan,” tandas guru besar FPIK ini.
Pada beberapa hari lalu, beberapa anggota Senat UB membubuhkan tanda tangan protes atas munculnya Peraturan Senat UB yang tak sesuai dengan hasil rapat pleno terakhir.
Para guru besar yang turut memprotes peraturan tersebut, yakni: Bambang Suharto (Fakultas Teknologi Pertanian/FTP), Adi Susilo (FMIPA), Sumardi HS (FTP), Marjono (FMIPA, dan Ratya Anindia (Fakultas Pertanian). Selain itu, juga Arief Prajitno (FPIK), Nuddin (FPIK), dan Setyawan P. Sakti (FMIPA).(Dayat)