Pakar ITS: Potensi Material Energi Hijau di Lumpur Sidoarjo
Jurnal3.net/Surabaya – Isu pembangunan berkelanjutan membuat energi hijau menjadi prioritas dunia. Tidak terkecuali Pemerintah Indonesia yang memacu industri-industri berbasis energi hijau sebagai salah satu fokus kebijakan investasi.
Indonesia dinilai mempunyai potensi besar. Karena, memiliki pasokan bahan baku pendukung, salah satunya kandungan lithium yang juga ditemukan lumpur di wilayah Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur.
Peneliti senior dari Pusat Penelitian Mitigasi Kebencanaan dan Perubahan Iklim (Puslit MKPI) ITS Amien Widodo mengatakan, bahwa lithium adalah salah satu critical raw materials (CRMs) atau material kritis.
“Dikatakan material kritis karena sulit didapatkan dan tidak memiliki pengganti, tetapi memiliki manfaat yang besar,” kata Peneliti Senior Puslit MKPI ITS Amien Widodo, Senin (31/1).
Ia pun menyebutkan, bahwa material kritis ini sangat diperlukan dalam pengembangan energi hijau.
“Salah satu kebijakan pemerintah dalam pengembangan energi hijau adalah percepatan produksi kendaraan listrik,” jelasnya.
Lebih lanjut, kata Amien, Produksi massal baterai pun dilakukan. Meskipun, Indonesia memiliki 25 persen cadangan nikel dunia sebagai bahan baku pembuatan baterai, produksi baterai juga membutuhkan lithium yang sayangnya sampai saat ini masih belum ditemukan lokasi penambangan yang menjanjikan.
“Penemuan potensi kandungan lithium di lumpur Sidoarjo adalah kabar baik. Tentunya sangat luar biasa jika kita bisa memanfaatkannya,” terangnya.
Amien menambahkan, sebelumnya Pusat Studi Kebumian dan Bencana (sekarang Puslit MKPI) ITS telah melakukan kajian kandungan lithium yang ada dalam air lumpur Sidoarjo sejak tahun 2016.
Kajian ini dilakukan dengan adsorbsi lithium dari lumpur Sidoarjo menggunakan adsorben berbasis Lithium Mangan Oksida (LMO). Adsorben ini memiliki struktur kristal spinel yang mampu menyerap lithium. Hasil kajian ini menunjukkan kandungan lithium dengan kadar sebesar 7 hingga 15 bagian per juta.
Penelitian serupa juga dilakukan oleh Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) pada 2020 menggunakan teknik Inductively Coupled Plasma – Optical Emission Spectrometry (ICP-OES). Teknik analisis ini digunakan untuk menentukan komposisi unsur dari berbagai logam.
Hasilnya, didapatkan lithium dengan kadar 99,26 sampai dengan 280,46 bagian per juta dan stronsium dengan kadar 255,44 sampai dengan 650,49 bagian per juta. “Memang terlihat perbedaan signifikan di antara keduanya. Itu karena kami mengambil sampel berupa air lumpur, sedangkan Badan Geologi melakukan penelitian pada lumpurnya,” tukasnya.
Dosen yang menamatkan pendidikan di Universitas Gadjah Mada itu menjelaskan, bahwa data yang ada saat ini masih merupakan hasil penelitian awal dan masih membutuhkan penelitian lebih lanjut.
Amien pun berharap, agar pihak ITS turut dilibatkan oleh Badan Geologi maupun pemerintah. “Dengan begitu kami dapat belajar banyak mengenai cara eksplorasi dan eksploitasi logam tanah jarang dan material kritis,” pungkasnya. (dayat)
Leave a Reply