Terungkap, Sistem Kerja PT Bahana Line Masih Konvensional

Para direksi PT Bahana Line bersaksi untuk terdakwa Edi Setyawan, Dody dan David Cs dalam perkara split penggelapan BBM di Pengadilan Negeri Surabaya./*ist

JURNAL3.NET / SURABAYA  – Tiga pejabat direksi PT Bahana Line bersaksi untuk terdakwa Edi Setyawan, Dody dan David Cs dalam perkara split Mafia BBM Laut di Pengadilan Negeri Surabaya, Senin (6/2/2023) sore.

Mereka adalah Direktur Utama PT Bahana Line Hendro Suseno, Direktur Operasional Ratno Tuhuteru, dan Komisaris sekaligus Manajer Keuangan Sutino Tuhuteru.

Pentolan Bahana Line, pemasok BBM untuk kapal Meratus ini menjelaskan prosedur transfer uang dan manajemen Bahana Line.

Pernyataan Dirut PT Bahana Line ini menguak sistem kerja perusahaan agen minyak Pertamina yang kini memiliki 26 armada ini ternyata masih memakai sistem konvensional.

Ketiganya pun dicecar Jaksa Penuntut Umum (JPU) tentang keluar dan masuknya uang di PT Bahana Line maupun di anak usahanya, PT Bahana Ocean Line.

JPU Estik Dilla Rahmawati lantas mengkonfrontir keterangan sekuriti  PT Bahana Line, Sultan, yang mengaku setiap hari mengawal, menyetor dan menerima titipan setor uang ke bank.

“Semua yang dilakukan Pak Sultan adalah dana-dana terekam dari kegiatan bisnis perusahaan, di luar itu tidak ada,” kilah Sutino Tuhuteru, diamini Hendro Suseno dan Ratno Tuhuteru.

Ditanya soal titipan-titipan dana dari David Ellis Sinaga dan Dody Teguh Perkasa, dua staf operasional PT Bahana Line – terdakwa penggelapan BBM, Sultan, mengaku pernah menerima titipan tapi jumlahnya tidak tahu.

“Asal uang dan jumlah serta tujuan transfer saya tidak tahu. Tugas saya mengamankan, dan selamat,” ujarnya.

Pertanyaan JPU tersebut sekaligus mengkonfirmasikan dan mencocokkan dengan pengakuan denhan hasil investigasi keuangan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) oleh JPU di sidang sebelumnya, Senin (30/1/2023).

Di sidang sebelumnya, owner PT Bahana Line Freddy Soenjoyo dan Direktur Marketing Andy Agus Hartanto itu, tidak tahu ada transaksi keuangan masuk ke rekening para direksinya.

“Terdapat dugaan adanya setoran tunai di rekening HS (Hendro Suseno) dan RT (Ratno Tuhuteru) selaku direksi PT Bahana Line. Setoran tunai itu diduga bersumber dari hasil tindak pidana penipuan dan penggelapan dengan pihak korban PT Meratus Line,” katanya.

Berdasarkan hasil penelusuran transaksi dari rekening HS dan RT, ditemukan cukup banyak setoran tunai ke rekening Bank Mandiri atas nama HS dan RT.

Selama 2016-2019 di rekening HS terindikasi ada transaksi Rp 14,1 miliar di Bank mandiri. Pada periode yang sama masuk ke rekening RT sebesar Rp 6,2 milliar lebih.

“Patut diduga setoran tunai tersebut merupakan hasil penjualan BBM yang digelapkan dari pasokan untuk kapal-kapal PT Meratus Line,” ungkapnya.

Isu mafia penggelapan BBM yang menyasar pasokan BBM untuk kapal-kapal PT Meratus Line muncul setelah PT Meratus Line melaporkan ke Polda Jatim pada Februari 2022 tentang dugaan penggelapan BBM jenis MFO dan HSD yang dipasok oleh PT Bahana Line dan PT Bahana Ocean Line.

Sebulan kemudian, Maret, kasus ditingkatkan ke tahap penyidikan dan sebanyak 17 orang ditetapkan sebagai tersangka yang kini telah berstatus sebagai terdakwa.

Praktik penggelapan BBM yang dipasok oleh PT Bahana Line dan PT Bahana Ocean Line ini diduga telah berlangsung selama 7 tahun sejak 2015 hingga Januari 2022.

Kerugian yang ditanggung PT Meratus Line diperkirakan mencapai Rp 500 miliar lebih.

Dengan jumlah BBM yang digelapkan mencapai jutaan kilo liter, mustahil para terdakwa dapat menjalankan operasinya tanpa dukungan dari pihak yang memiliki sumber daya finansial serta infrastruktur memadai untuk mengangkut dan menjual kembali BBM hasil penggelapan.

Terlebih, MFO (marine fuel oil) tidak mungkin dijual ke nelayan yang menggunakan kapal-kapal yang tidak bisa mengonsumsi MFO.

Sebanyak 17 terdakwa sebenarnya adalah para pelaku lapangan dengan Edi Setyawan berperan sebagai penghubung antar kelompok pelaku.

Mereka terdiri dari 5 karyawan PT Bahana Line, 2 karyawan outsourcing PT Meratus Line, dan 10 karyawan PT Meratus Line.

Terdapat satu pihak di belakang mereka yang membuat praktik penggelapan dapat berlangsung lama tanpa mudah terendus dengan BBM yang digelapkan dalam jumlah yang sangat besar.

Pada September 2022 lalu, Direskrimum Polda Jatim Kombes Pol Totok Suharyanto telah menandatangani surat perintah penyidikan (Sprindik) baru yang merupakan pengembangan dari perkara yang menyeret 17 orang tersebut.

Sprindik baru itu diduga merupakan upaya pihak kepolisian mengungkap tuntas mafia BBM laut ini dengan menjerat aktor yang ada di belakang para pelaku lapangan tersebut./*Red

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 5 seconds