JURNAL3.NET / SURABAYA – Dugaan indikasi keterlibatan direksi PT Bahana Line dalam kasus dugaan penggelapan BBM ke kapal-kapal milik PT Meratus Line, mulai terungkap.
Tak tanggung-tanggung, ada indikasi jika dugaan praktik penggelapan jutaan kilo liter BBM itu diduga melibatkan peran serta Direktur Utama PT Bahana Line, Hendro Suseno, yang diduga ikut dalam menentukan harga beli kembali (buy back) BBM hasil penggelapan dari kapal PT Meratus.
Indikasi keterlibatan itu diungkapkan Edi Setiyawan (42), yang merupakan saksi kunci dugaan praktik penggelapan jutaan kilo liter BBM tersebut, dalam sidang lanjutan di Pengadilan Negeri Surabaya, Jumat (10/02/2023).
Dugaan indikasi Dirut PT Bahana Line itu terungkap lewat pertanyaan Jaksa Penuntut Umum (JPU), Uwais Deffa I Qorni, yang menanyakan ke saksi Edi, apakah dirinya pernah mendengar Hendro Suseno yang dimaksud oleh saksi Halik, ikut menentukan harga pembelian BBM hasil penggelapan.
“Iya, pernah,” aku Edi, menjawab pertanyaan JPU.
Dugaan keterlibatan Hendro dikarenakan PT Bahana Line adalah vendor yang ditunjuk sebagai pemasik BBM jenis MFO (marine fuel oil) dan HSD (high speed diesel) untuk kapal-kapal PT Meratus Line sejak 2015 silam.
Saksi Edi menjelaskan, awalnya ia meminta kenaikan harga penjualan BBM hasil penggelapan ke staf operasional PT Bahana Line Dody Teguh Perkasa dan David Ellis Sinaga. Tapi permintaan itu selalu diarahkan untuk menghubungi atasan mereka, yakni Muhamad Halik.
Ternyata, saat ditemui, ternyata Muhammad Halik pun tidak bisa memutuskan dan meminta Edi untuk menunggu.
“Saya pernah telepon (Halik), katanya mau tanya dulu,” ujar Edi.
“Ditanyakan ke siapa?” kejar JPU Uwais.
“Gak tahu kemana. ‘Saya tanya dulu nanti saya kabari’, begitu ” lanjut Edi menirukan perkataan Halik.
Lalu Uwais menanyakan apakah Halik menanyakan keputusan harga tersebut ke Hendro Suseno, Edi menjawab, mungkin.
“Kalau iya jawab iya, kalau tidak tahu jawab tidak tahu,” cecar Uwais karena merasa jawaban Edi tidak tegas.
Mendengar desakan JPU Uwais, Edi membenarkan kalau Halik pernah menyebut nama Direktur Utama PT Bahana Line Hendro Suseno, sebagai orang tempat Halik meminta harga pembelian BBM hasil penggelapan yang dijual oleh Edi dan kawan-kawannya.
Uwais lantas mengkonfirmasi ke Edi bahwa BBM yang dipasok PT Bahana Line diselewengkan oleh Edi dan kawan-kawan lalu BBM hasil penggelapan itu dibeli lagi oleh PT Bahana Line.
“Apakah kemudian BBM yang dibeli PT Bahana Line itu kemudian dijual lagi ke PT Meratus Line?” tanya Uwais.
“Saya tidak tahu. Selesai suplai saya pulang,” jawab Edi.
Pada bagian lain, saat menjawab jaksa Estik Dilla Rahmawati, Edi mengatakan bahwa BBM hasil penggelapan tersebut terakhir dijual dengan Rp 2.750 per liter ke PT Bahana Line.
PT Bahana Line sendiri selama ini menjual BBM jenis HSD untuk kapal-kapal PT Meratus Line dengan harga untuk sektor industri sebesar Rp 10.500 per liter.
Edi Setyawan adalah karyawan PT Mirsan Mandiri Indonesia yang ditempatkan di PT Meratus Line sebagai sopir pick up yang membawa alat ukur suplai BBM, mass flow meter (MFM).
Edi mengatakan penggelapan BBM dilakukan dengan cara mengisikan BBM dari tangki tongkang PT Bahana Line yang semulai mengarah ke tangki kapal PT Meratus Line memutar kembali ke tangki tongkang PT Bahana Line.
“Misalnya PO (purchase order) 100 kilo liter, hanya 80 kilo liter yang diisikan ke tangki kapal PT Meratus Line. Sisa yang 20 kilo liter diputar ke tanker Bahana lagi,” ujarnya.
Kata Edi, meski tidak seluruh BBM yang dipesan diisikan ke kapal PT Meratus Line penggelapan tidak mudah terungkap karena di dalam tangki terdapat BBM sisa pelayaran yang tidak dilaporkan.
Isu mafia penggelapan BBM yang menyasar pasokan BBM oleh PT Bahana Line untuk kapal-kapal PT Meratus Line muncul setelah PT Meratus Line melaporkan ke Polda Jatim pada Februari 2022 tentang dugaan penggelapan BBM jenis MFO dan HSD.
Pada Maret 2022, kasus ditingkatkan ke tahap penyidikan dengan 17 orang ditetapkan sebagai tersangka.
Praktik penggelapan BBM ini diduga telah berlangsung selama 7 tahun sejak 2015 hingga Januari 2022. Kerugian yang ditanggung PT Meratus Line diperkirakan mencapai Rp 501 miliar lebih.
Sejauh ini, para tersangka yang kini duduk di kursi terdakwa merupakan para pelaku lapangan.
Padahal, dengan jumlah BBM yang digelapkan mencapai jutaan kilo liter, mustahil para terdakwa dapat menjalankan operasinya tanpa dukungan dari pihak yang memiliki sumber daya finansial serta infrastruktur memadai untuk mengangkut dan menjual kembali BBM hasil penggelapan.
Terlebih, MFO tidak mungkin dijual ke nelayan yang menggunakan kapal-kapal yang tidak bisa mengonsumsi MFO.
Pada September 2022 lalu, Direskrimum Polda Jatim Kombes Pol Totok Suharyanto telah menandatangani surat perintah penyidikan (Sprindik) baru yang merupakan pengembangan dari perkara yang menyeret 17 orang tersebut.
Sprindik baru itu diduga merupakan upaya pihak kepolisian mengungkap tuntas mafia BBM laut ini dengan menjerat aktor atau pun penadah yang ada di belakang para pelaku lapangan tersebut./*Red