Lagi! Rp.751,5 Miliar Diduga Hibah Gubernur “check-in” ke Pokir DPRD Jatim
JURNAL3.NET / SURABAYA – Belum tuntas soal terungkapnya dana hibah siluman sebesar Rp. 1.720.170.367.500, (berita sebelumnya: https://jurnal3.net/2024/08/19/diduga-hibah-gubernur-jatim-rp-1-720-triliun-disusupkan-ke-hibah-pokir/), kini ditemukan lagi dugaan Hibah Gubernur (HG) sebesar Rp 751.594.142.700 yang diduga kembali disusupkan ke hibah pokir DPRD Jatim pada tahun 2021.
Dokumen yang diperoleh Jurnal3, kedua jenis dana hibah siluman ini statusnya sama, tercatat TIDAK TERMONITOR pada tahun anggaran (TA) 2020 dan 2021. Ada dugaan, dua HG itu diduga disusupkan dan ditujukan untuk kelompok elite tertentu di DPRD Jatim periode 2019-2024.
Nominal Rp 751.594.142.700 yang kembali ditemukan itu diduga sengaja dimasukkan dalam kuota dana hibah pokir DPRD Jatim di tahun 2021. Diduga dana itu “dititipkan” pihak eksekutif untuk dicairkan bersamaan dengan pencairan dana hibah pokir ke sejumlah elemen masyarakat yang diaspiratori oleh para anggota dewan.
Informasi yang diperoleh Jurnal3, aksi penggeledahan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di kantor Biro Kesra Sekretariat Daerah (Setda) Pemprov Jatim lantai V, di Jl, Pahlawan Surabaya, Jumat (16/8/2024) lalu, salah satunya untuk mencari bukti terkait dana siluman ini.
Terungkapnya dugaan ada HG masuk ke hibah pokir DPRD Jatim ini makin menguatkan dugaan bahwa dugaan penyelewengan dana hibah di Jatim tidak hanya terjadi di lingkungan DPRD Jatim saja, tapi diduga juga terjadi lingkungan Pemprov Jatim.
Bukti temuan dua HG yang masuk secara misterius ke hibah DPRD Jatim bernilai triliunan rupiah itu adalah salah satu bukti superioritas Pemprov Jatim atas pencairan dana hibah yang sumbernya berasal dari APBD Jatim.
Jaringan Kawal Jawa Timur (Jaka Jatim) mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) segera memeriksa pihak Pemprov Jatim, dalam hal ini Gubernur dan Wakil Gubernur Jatim, selaku penanggung-jawab atas pencairan dana hibah baik pokir maupun non pokir.
“Temuan hibah siluman yang diduga berasal dari Hibah Gubernur ini, harus diungkap oleh KPK. Harus diketahui, duit sangat besar itu diberikan ke siapa saja. Kan sudah ada kuota sendiri untuk jatah pokir dewan,” ujar Koordinator Jaka Jatim, Musfiq, Senin (9/9/2024).
Menurutnya, tidak akan ada pencairan dana hibah dalam bentuk apapun kalau tidak disetujui Gubernur. Semua pengajuan dana hibah, baik pokir dan non-pokir harus diawali melalui permohonan ke Gubernur.
“Semua surat permohonan itu kepada Yth. Gubernur Jawa Timur, bukan ke pimpinan DPRD Jatim. Dewan fungsinya hanya aspirator saja. Kesalahan anggota dewan karena menjual program dana hibah ke masyarakat, coba kalau tidak dijual, aman-aman saja itu mereka,” lanjutnya.
Data yang diperoleh Jurnal3, anggaran dana hibah untuk 120 anggota DPRD Jatim periode 2019-2024 kurang lebih mencapai Rp 2 Triliun dari total Rp 7 hingga 8 Triliun dana hibah Jawa Timur sejak tahun 2019.
Sementara Gubernur dan Wakil Gubernur Jatim mendapat kuota yang nominalnya melebihi anggaran dana hibah yang diberikan kepada seluruh anggota DPRD Jatim.
Dari total dana hibah Rp 8 triliun tersebut, peruntukkannya dibagi ke berbagai hal, yakni pokir DPRD Jatim dengan skema hibah ke pokmas ormas, yayasan dan badan hukum lainnya (dianggarkan Rp 2 triliun). Sedang sisanya jadi hibah reguler (non pokir) atau hibah gubernur (HG) .
“Sisanya yang besar itu jadi jatahnya Gubernur dan Wakil Gubernur. Selama ini publik mengira kalau dana hibah di DPRD saja. Salah besar itu. Justru kuota dana hibah terbesar dikuasai eksekutif, yakni Gubernur dan Wakil Gubernur ,” tegas Musfiq.
Jaka Jatim mendesak, KPK harus fair dalam mengungkap penyelewengan dana hibah Jatim dengan memeriksa Gubernur dan Wakil Gubernur Jatim selaku penanggung jawab pencairan dana dari APBD.
“Kami tidak menuduh secara langsung. Namun KPK harus adil, penyelidikan harus juga dilakukan ke Pemprov Jatim. Terus untuk apa KPK menggeledah ruang kerja Gubernur, Wakil Gubernur, Sekdaprov dan ruang kerja sejumlah OPD kalau tidak ada potensi menuju kesana. Sebab, mantan Gubernur dan Wagub berpotensi mengambil keuntungan yang sama. Lihat saja skema pembagian dana hibah yang dianggarkan oleh Pemprov Jatim,” pungkasnya.
Sebelumnya, Dr Basa Alim Tualeka, pengamat kebijakan publik, kepada Jurnal3, menegaskan, dalam hal dugaan penyelewengan dana hibah di DPRD Jatim, Gubernur Jatim bisa dimintai pertanggungjawaban secara hukum karena Gubernur adalah pembuat kebijakan dan penanggung jawab utama atas pelaksanaan anggaran.
“Ini didasarkan pada asas vicarious liability, dimana pemimpin dapat dimintai pertanggungjawaban atas tindakan bawahan yang berada di bawah kendalinya, terutama jika kebijakan itu mengakibatkan kerugian negara,” ujar Alim.
Menurut Alim, dalam kasus dana hibah pokir ini, anggota dewan hanya sebatas sebagai aspirator. Semua permohonan hibah secara administrasi ditujukan kepada Gubernur, yang juga bertindak selaku verifikator.
Dijelaskan, dalam hal dana hibah yang disalurkan Pemprov Jatim, maka Gubernur harus bisa memastikan kebijakan dana hibah disusun dengan tepat, mencakup kriteria penerima, alokasi anggaran dan tujuan yang ingin dicapai.
“Gubernur itu bertanggungjawab memastikan setiap rupiah dari dana hibah digunakan untuk kepentingan publik sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan, serta mencegah terjadinya penyalahgunaan dana.
“Gubernur dan Wakil Gubernur itu dipilih oleh rakyat dan tanggung jawabnya ke rakyat. Kalau kepala dinas atau kepala OPD itu yang milih Gubernur dan mereka bertanggungjawabnya ke Gubernur bukan ke rakyat. Jadi, dengan kasus dana hibah ini, maka wajib Gubernur dan Wakil Gubernur meminta maaf ke publik secara terbuka, meminta maaf kepada rakyat yang memilihnya,” tegas Alim.
Alim mengingatkan, jangan sampai publik Jawa Timur yang disuguhi informasi soal penyalahgunaan dana hibah ini meminta tanggung jawab Gubernur melalui mekanisme pengadilan.
“Pengadilan dalam sistem hukum kita berfungsi sebagai penjaga terakhir dari akuntabilitas pemerintah. Jika ada kebijakan yang dianggap merugikan atau melanggar hukum, publik bisa mengajukan gugatan ke PTUN. Ini memastikan bahwa tidak ada pejabat atau badan yang kebal dari tanggung jawab hukum,” pungkas Alim./*Rizal Hasan – Alvin Pras
Leave a Reply