JURNAL3.NET/(LIPUTAN KHUSUS) – Perjanjian Konsesi Pengusahaan Jasa Kepelabuhanan antara Badan Usaha Pelabuhan (BUP) PT Delta Artha Bahari Nusantara (DABN) dengan Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan (KSOP) Kelas IV Probolinggo di Pelabuhan Probolinggo, berpotensi “batal demi hukum” karena ditemukan sejumlah dugaan pelanggaran, baik dalam proses dan pelaksanaannya.
Perjanjian Konsesi Pengusahaan Jasa Kepelabuhanan yang dilaksanakan pada 21 Dember 2017 silam itu diduga kuat melanggar ketentuan dan amanat Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008, Peraturan Pemerintah No.61 Tahun 2009 yang diubah dalam Peraturan Pemerintah Nomor 64 Tahun 2015, Peraturan Menteri Perhubungan No.166 Tahun 2015 yang direvisi Peraturan Menteri Perhubungan No.15 Tahun 2015 tentang Konsesi dan Kerjasama Bentuk Lainnya Antara Penyelenggara Pelabuhan Dengan Badan Usaha Pelabuhan.
Perjanjian Konsesi Pengusahaan Jasa Kepelabuhanan adalah perjanjian tertulis antara penyelenggara pelabuhan dengan Badan Usaha Pelabuhan (BUP) yang memberikan hak kepada BUP untuk mengusahakan jasa kepelabuhanan tertentu dalam jangka waktu tertentu dan dengan kompensasi tertentu.
Perjanjian ini memungkinkan BUP untuk menyediakan dan/atau melayani jasa kepelabuhanan seperti penanganan kapal, penumpang, barang serta fasilitas terkait di pelabuhan.
Perlu diketahui, status PT DABN hingga saat ini adalah anak perusahaan BUMD – PT Petrogas Jatim Utama (Perseroda). Dengan fakta ini, perjanjian konsesi pengusahaan jasa kepelabuhanan dengan Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan (KSOP) Kelas IV Probolinggo pada 21 Desember 2017 di Kantor Dinas Perhubungan Jatim itu berpotensi bisa dicabut dan batal demi hukum.
Sejumlah fakta dan dokumen mengindikasikan perjanjian konsesi itu diduga didasari adanya “faktor politis” dan “human error” dalam melaksanakan kebijakan atas regulasi peraturan yang ada saat itu.
Dugaan kesalahan yang diduga dilakukan Kementerian Perhubungan RI pada saat itu berawal dari sepucuk surat yang ditujukan kepada Gubernur Jawa Timur, Nomor: PP.001/5/8/DJPL, Perihal: Pengelolaan Pelabuhan Probolinggo, Tanggal 8 Oktober 2015, yang ditandatangani a.n Menteri Perhubungan – Direktur Jenderal Perhubungan Laut, Bobby R Mamahit.
Di surat Kemenhub RI itu disebutkan: Menindaklanjuti surat Gubernur Jatim Nomor 552.3/3420/104/2015, tanggal 15 September 2015 perihal Pengelolaan Pelabuhan Baru Probolinggo, bahwa sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2009 tentang Kepelabuhanan sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 64 Tahun 2015.
Pada poin 1 huruf b dinyatakan: Kerjasama Pemanfaatan dan pemberian konsesi kepada Badan Usaha Pelabuhan dilakukan melalui mekanisme pelelangan atau melalui penugasan/penunjukkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
Lalu di huruf c dinyatakan: Dalam hal pemberian konsesi melalui mekanisme penugasan/penunjukkan, maka harus memenuhi ketentuan:
- lahan dimiliki oleh Badan Usaha Pelabuhan; dan
- investasi sepenuhnya dilakukan oleh Badan Usaha Pelabuhan dan tidak menggunakan pendanaan yang bersumber dari APBN/APBD.
Aturan yang tertera di huruf c itu poin 1 -2 PT DABN tidak memenuhi syarat. Karena PT DABN tidak pernah memiliki lahan dan tidak pernah membangun fasilitas dan infrastruktur di pelabuhan Probolinggo. Lahan dan infrastruktur sudah ada terlebih dulu dan dibangun menggunakan dana APBD Provinsi Jatim oleh Dinas Perhubungan Jatim.
Kemudian di huruf d dinyatakan: Jangka waktu konsesi disesuaikan dengan pengembalian dana investasi dan keuntungan yang wajar. (Untuk diketahui, PT DABN memperoleh konsesi selama 64 tahun, red).
Lalu di huruf e dinyatakan: Fasilitas Pelabuhan yang akan dilakukan kerjasama pemanfaatan adalah berupa fasilitas pelabuhan pada sisi laut yang dibangun dengan dana APBN, sedangkan fasilitas yang akan di konsesikan adalah fasilitas yang dibangun oleh Pemerintah Provinsi Jawa Timur berupa lahan reklamasi seluas 20,4 Ha dan fasilitas penunjang lainnya dengan menggunakan dana APBD Pemerintah Provinsi Jawa Timur.
Selanjutnya di huruf f, dimana dinyatakan: Terhadap Fasilitas Pelabuhan dibangun menggunakan dana APBD, maka Pemerintah Provinsi Jawa Timur dapat menunjuk Badan Usaha Pelabuhan (BUP) – Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) Provinsi Jawa Timur dalam hal ini PT. Delta Artha Bahari Nusantara untuk dapat mengusahakan kegiatan kepelabuhanan melalui konsesi dengan Penyelenggara Pelabuhan.
Dari penjelasan di huruf f tersebut, nyata dan jelas para pejabat tinggi di Kemenhub RI sepertinya tidak mengetahui (atau tidak diberitahu) atau pura-pura tidak tahu tentang status PT DABN yang sebenarnya bukanlah BUMD milik Pemprov Jatim.
Untuk diketahui, PT. DABN adalah perusahaan swasta murni yang sudah ada sejak didirikan pada 27 April 2000 di Jawa Timur sesuai dengan akta Notaris Soraya, SH No.3, dimana telah mengalami beberapa kali perubahan dan yang terakhir ditetapkan pada Akta Notaris Evie Mardiana Hidayah, SH., No.49, tanggal 18 April 2019.
Pada tahun 2010, PT. DABN memperoleh Izin Terminal Untuk Kepentingan Sendiri (TUKS) dari Menteri Perhubungan No. KP.330 Tahun 2010 tanggal 21 Juli 2010. Pada tahun 2011 PT. DABN telah memiliki izin sebagai BUP (Badan Usaha Pelabuhan) dari Menteri Perhubungan No. KP. 1009 tahun 2011 tanggal 21 Desember 2011.
Lanjut di huruf g, dinyatakan: Sambil menunggu penyusunan perjanjian konsesi antara PT. Delta Artha Bahari Nusantara dengan Penyelenggara Pelabuhan, agar Pemerintah Provinsi Jawa Timur terlebih dulu menyerahkan aset yang akan dikonsesikan kepada PT. Delta Artha Bahari Nusantara.
Menjawab surat tersebut, Gubernur Jatim dan jajaran bergerak cepat dengan membuat Peraturan Daerah (Perda) Nomor 10 Tahun 2016 Tentang Perubahan Kedua Atas Perda Provinsi Jatim Nomor 8 Tahun 2013 tentang Penyertaan Modal yang tandatangani Gubernur Jatim Dr. H. Soekarwo pada 20 September 2016 dan selanjutnya diundangkan di Surabaya pada tanggal 21 September 2016 yang ditandatangani Sekdaprov Jatim Dr.H. Akhmad Sukardi,MM.
Yang menarik, Perda ini malah memperjelas status dari PT DABN sebagai anak perusahaan BUMD – PT Petrogas Jatim Utama.
Hal itu terlihat dalam pertimbangan huruf b: bahwa dalam rangka ikut serta dalam pengusahaan jasa kepelabuhanan, Perseroan Terbatas (PT) Petrogas Jatim Utama perlu menambah jumlah kepemilikan saham pada Perseroan Terbatas (PT) Delta Artha Bahari Nusantara sebagai Badan Usaha Pelabuhan.
Di dalam PENJELASAN atas Perda itu, disebutkan antara lain:
- PT DABN adalah anak perusahaan dari PT Petrogas Jatim Utama.
- Karena PT DABN hanya anak perusahaan dari BUMD, yang berarti bukan merupakan sebuah BUMD karena tidak didirikan dengan Perda, maka Pemprov Jatim tidak dapat melakukan penyertaan modal modal secara langsung kepada PT DABN.
- Penyertaan modal berupa aset pelabuhan di Probolinggo oleh Pemprov Jatim kepada PT Petrogas Jatim Utama menjadi sangat urgen dan harus segera dilakukan.
- Sebelum masa uji coba berakhir pada 8 Oktober 2016, penyertaan modal berupa aset milik Pemprov Jatim di Pelabuhan Probolinggo dimaksud kepada PT Petrogas Jatim Utama untuk kemudian diteruskan kepada PT DABN.
Perda Nomor 10 Tahun 2016 ini jelas bertentangan dengan isi surat Kemenhub RI Nomor: PP.001/5/8/DJPL, Perihal: Pengelolaan Pelabuhan Probolinggo, Tanggal 8 Oktober 2015, yang menyebut PT DABN adalah BUMD milik Pemprov Jatim.
Perjanjian Konsesi Pengusahaan Jasa Kepelabuhanan dengan Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan (KSOP) Kelas IV Probolinggo pada 21 Desember 2017 itu seolah mengabaikan fakta bahwa PT DABN tidak pernah memiliki lahan sendiri termasuk modal investasi yang tidak pernah berasal dari dana yang diusahakan PT DABN.
Perjanjian di kantor Dinas Perhubungan Jatim itu disinyalir tidak menggubris Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 61 Tahun 2009 tentang Kepelabuhanan sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 64 Tahun 2015.
Di PP Nomor 64 Tahun 2015 Pasal 74 ayat (2a) disebutkan: Dalam hal pemberian konsesi melalui mekanisme penugasan/penunjukkan, maka harus memenuhi ketentuan:
- lahan dimiliki oleh Badan Usaha Pelabuhan; dan
- investasi sepenuhnya dilakukan oleh Badan Usaha Pelabuhan dan tidak menggunakan pendanaan yang bersumber dari APBN/APBD.
Pasca terbitnya Peraturan Daerah (Perda) Nomor 10 Tahun 2016, PT. Petrogas Jatim Utama selaku induk BUMD dari PT DABN sudah melakukan penyerahan aset berupa lahan reklamasi seluas 20,4 Ha, fasilitas kantor dan fasilitas penunjang seperti Dermaga 1 dan kini dikelola oleh penuh PT DABN.
Tapi ada hal krusial lainnya. Dari investigasi Jurnal3, ditemukan beberapa fakta menarik yang berpotensi akan jadi masalah besar di kemudian hari untuk kelangsungan pelabuhan yang dijuluki sebagai “shadow seaport of Singapore” oleh Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa itu.
Fakta temuan Jurnal3, PT DABN kini juga mengelola, mengoperasikan dan menerima income dari aset /investasi yang dibangun menggunakan APBD Jatim tapi belum dikonsesikan ke PT DABN karena terganjal Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 54 Tahun 2017.
Pihak Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan (KSOP) Kelas IV Probolinggo selaku regulator pemerintah yang bertugas sebagai pengendali, pengawas dan menegakkan hukum di wilayah pelabuhan hingga berita ini ditayangkan belum memberikan pernyataan dan sikap.
Kepala KSOP Kelas IV Probolinggo, I Gusti Agung Komang Arbawa, SH. MH, dikonfirmasi Jurnal3, Minggu (27/4/2025), belum bersedia memberikan keterangan terkait dugaan pelanggaran perjanjian konsesi yang diduga dilakukan oleh PT DABN.
Adakah langkah hukum dari dugaan pelanggaran konsesi, termasuk apa saja aset-aset non-konsesi yang sudah dioperasikan oleh PT DABN secara komersial?/
*Rizal Hasan – (bersambung ke Part-2)