JURNAL3 | JAKARTA – Keluhan rakyat soal pengurusan surat kendaraan bermotor yang tarifnya hampir naik 300 persen sampai juga ke telinga Presiden Jokowi.
Eks Gubernur DKI Jakarta itu menilai kenaikan tarif tersebut telalu tinggi. Dia menginstruksikan jajarannya untuk menghitung ulang.
Sementara itu, Menteri Keuangan Sri Mulyani dan Kapolri Jenderal Tito Karnavian menyatakan usulan kenaikan bukan dari lembaganya.
Pada Kamis (05/01/2016) kemarin, Kantor Ditlantas Metro Jaya Jakarta diserbu ribuan warga yang hendak mengurus surat-surat kendaraan. Saking banyaknya warga, antrean memanjang hingga ke lapangan parki.
Entah berapa banyak yang mengantre. Sekadar gambaran, baru pukul 8 pagi, nomor antrean sudah mencapai 1.500-an. Warga terpaksa berdesakan dari pagi buta agar tidak kena tarif baru yang mulai berlaku hari ini. Pemandangan antrean panjang ini terjadi hampir di setiap kantor Samsat di sejumlah daerah.
Sekadar tahu saja, mulai hari ini berlaku tarif baru pengurusan surat-surat kendaraan bermotor. Kenaikan bervariasi mulai dari dua kali hingga tiga kali lipat dari tarif semula. Kenaikan tarif itu tertuang dalam PP No 60/2016 tentang Jenis dan Tarif atas Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang berlaku pada kepolisian. Peraturan itu diteken Jokowi pada 2 Desember 2016 dan berlaku mulai 6 Januari 2017.
Berapa kenaikannya? Sebagai contoh, biaya penerbitan STNK roda dua naik dari Rp 50 ribu menjadi Rp 100 ribu. Adapun penerbitan BPKB untuk motor baru atau pindah kepemilikan naik dari Rp 80 ribu menjadi Rp 225 ribu. Sementara biaya mutasi naik dua kali lipat menjadi Rp 150 ribu.
Tentu saja, pemberlakuan tarif baru ini memancing kehebohan di masyarakat. Awal pekan ini, dunia maya dipenuhi berbagai keluhan soal itu. Jokowi rupanya mendengar juga keluhan tersebut.
Menurut Menko Bidang Perekonomian Darmin Nasution, Jokowi sempat menyinggung kenaikan tarif itu dalam Rapat Kabinet Paripurna di Istana Bogor, Rabu kemarin. Kata dia, Presiden meminta kenaikan tarif jangan tinggi-tinggi amat.
“Janganlah naik tinggi-tinggi. Apa iya harus naik sampai 300 persen?” katanya mengutip pernyataan Presiden di Jakarta, Rabu malam.
Menindaklanjuti hal itu, pemerintah akan menghitung kembali kenaikan tarif. Sebab, biaya yang ditetapkan ini menyangkut pelayanan kepada masyarakat yang semestinya mendapat keringanan dari pemerintah.
Soal kenaikan itu, Kapolri Jenderal Tito Karnavian menyatakan, kenaikan berdasarkan pertimbangan dari beberapa lembaga terkait. “Kenaikan ini bukan karena dari Polri, tolong dipahami,” kata Tito di Mabes Polri, Rabu (4/1). Menurut dia, kenaikan tarif itu berangkat dari temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang menganggap harga material sudah naik.
“Material itu untuk STNK, BPKB, zaman 5 tahun lalu segitu, sekarang sudah naik,” ujarnya.
Kenaikan tarif juga diusulkan Banggar DPR, yang menilai biaya di Indonesia termasuk yang terendah di dunia. Jadi, tarifnya perlu dinaikkan. Selain menutupi harga material yang meningkat, kenaikan tarif itu juga bertujuan meningkatkan pelayanan sistem online untuk pembuatan SIM, STNK dan BPKB. “Jadi kenaikan ini bukan hanya untuk kepentingan penghasilan negara tapi juga untuk perbaikan pelayanan kualitas mutu dari SIM, STNK, BPKB. Orang tidak perlu pulang kampung (buat SIM), bisa menghemat,” cetusnya.
Menkeu Sri Mulyani menyampaikan hal yang kurang lebih serupa. Dia bilang, tarif kepengurusan belum mengalami kenaikan selama tujuh tahun terakhir. Jadi, wajar jika ada peningkatan biaya mengingat inflasi dan pelayanan yang juga bertambah. “PNBP harus mencerminkan tingkat kualitas pelayanan. Pemerintah lebih efisien, baik dan terbuka tapi masyarakat juga membayar sesuai jasa yang diberikan pemerintah dengan baik,” kata Sri Mul.
Protes datang dari LSM. Sekjen Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) Yenny Sucipto mengatakan, kenaikan itu tak adil bagi rakyat di kondisi ekonomi yang lagi lesu. “Ini seperti kado pahit bagi rakyat,” kata dia saat konferensi pers di kantornya, kemarin.
Yenny paham pemerintah membutuhkan uang yang banyak untuk membiayai proyek infrastruktur. Namun, caranya bukan menguras uang rakyat. Cari cara lain, misalnya memperbaiki tata kelola sumber daya alam dan sebagainya. Apalagi dalam catatan Fitra, masyarakat masih mengeluhkan pengurusan surat kendaraan. Karena rumit, boros waktu dan tidak transparan. “Kenaikan ini juga cacat administratif, karena tidak ada uji publik dan naskah akademik kelompok fungsional,” katanya.
Yenny menambahkan, kenaikan harga kertas dan material untuk pembuatan surat-surat tersebut tidak signifikan. Karena itu, keputusan menaikkan tarif hingga tiga kali lipat tak tepat. Dia pun meminta Menkeu dan Kapolri segera melakukan revisi seperti yang dititahkan Presiden.
“Jangan ngeles. Kebijakan ini semakin memberatkan masyarakat karena bersamaan dengan kenaikan tarif dasar listrik dan harga bahan bakar minyak. Pemerintah seperti tidak punya sense of crisis. Menaikkan harga berbarengan,” pungkasnya.@salsa