JURNAL3 | JAKARTA – Majelis Ulama Indonesia menilai langkah Kementerian Komunikasi dan Informatika yang memblokir 11 situs Islam sebagai tindakan yang menyinggung perasaan umat Islam.
“Tidak semua situs Islam membawa paham radikal yang mengarah kepada terorisme,” kata Wakil Ketua Umum MUI Zainut Tauhid dalam keterangan tertulis, Senin (09/01/2017).
November silam, Kementerian Komunikasi dan Informatika melalui Direktorat Jenderal Aplikasi Informatika telah melayangkan surat pemberitahuan kepada penyedia jasa internet atau internet service provider (ISP) untuk memblokir 11 situs yang dinilai memuat konten kebencian suku, agama, ras dan antargolongan.
Pemerintah melalui Kementerian Komunikasi dan Informatika telah memblokir 11 situs karena isinya dinilai menghasut dan provokatif.
“Seharusnya Kominfo membicarakan hal tersebut sebelum mengambil langkah tegas meskipun telah mendapat masukan dari Badan Nasional Penanggulangan Terorisme,” kata Zainut.
Langkah ini bisa menjadi pro-kontra meskipun berdalih memberantas paham radikal dan terorisme. Pasalnya pemerintah belum memberikan penjelasan terkait batasan pengertian paham radikal yang dimaksud.
“Kenapa situs agama lain yang juga memiliki paham radikal, provokatif dan anti NKRI berdibiarkan dan tidak diblokir ? Apakah hanya situs Islam saja yang membawa paham radikal?” ujarnya.
Dalam hal ini, MUI berpendapat bahwa pemblokiran situs secara sepihak adalah langkah mundur dalam pembangunan sistem demokrasi di Indonesia. Seharusnya pemblokiran situs harus melalui proses hukum.
“Karena negara kita adalah berdasar atas hukum. Tidak boleh hanya dengan pendekatan kekuasaan semata. Hal tersebut jelas melanggar hak asasi manusia tentang jaminan kebebasan dalam berpendapat dan bereskspresi yang sudah jelas dilindungi oleh konstitusi,” tuturnya.
Sepengetahuannya, dalam UU ITE tidak ada pasal yang memberikan kewenangan kepada Kominfo untuk dapat melakukan pemblokiran terhadap sebuah situs.@andiherman