Satu orang direksi aktif PT Bank Jatim resmi tersangka

Penyidikan Bareskrim Mabes Polri atas skandal dugaan kredit macet PT SGS akhirnya menetapkan satu orang direksi aktif PT Bank Jatim sebagai tersangka, yang juga pernah menjabat direksi di era kepemimpinan sebelumnya di masa Hadi Sukrianto./*ilustrasi

JURNAL3 | SURABAYA – Penyidikan Bareskrim Direktorat Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus Mabes Polri soal skandal kredit macet dan hapus buku kredit atas debitur PT Bank Jatim Tbk, PT Surya Graha Semesta (SGS) senilai 147.483.736.216,01, akhirnya menetapkan Eko Antono, satu orang direksi aktif PT Bank Jatim, sebagai tersangka.

Kepastian adanya satu orang direksi aktif PT Bank Jatim sebagai tersangka terungkap melalui Surat Panggilan Nomor: S.Pgl/111/I/2017/Dit Tipideksus, tertanggal 12 Januari 2017 yang ditandatangani oleh Direktur Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus, Brigjen Pol Agung Setya SH, Sik, Msi selaku penyidik.

Penyidik menetapkan Eko sebagai tersangka dalam perkara dugaan Tindak Pidana Korupsi dan Tindak Pidana Perbankan dan Tindak Pidana Pencucian Uang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dan atau Pasal 3 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan Pasal 49 ayat (1) dan ayat (2) UU Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan UU No 10 Tahun 1998 dan Pasal 3 dan atau Pasal 5 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pemberantasan dan Pencegahan Tindak Pidana Pencucian Uang.

Penetapan seorang direksi aktif sebagai tersangka ini dilakukan penyidik usai memeriksa kurang lebih 30 orang internal Bank Jatim, sejak Agustus 2016 hingga Januari 2017, yang diduga terlibat atau setidaknya mengetahui proses pencairan hingga kredit macet dan hapus buku kredit atas debitur PT Bank Jatim Tbk, PT Surya Graha Semesta (SGS) milik Cahyo alias Ayong.

Sebelumnya menetapkan Eko sebagai tersangka, penyidik terlebih dulu menetapkan 4 orang tersangka itu diantaranya: Wonggo Prayetno (mantan Pimpinan Divisi Kredit KMK), Arya Lelana (mantan Pimsubdiv Kredit KMK), Iddo Laksono Hartanto (Assistant Relationship) dan Harry Soenarno (mantan pimpinan cabang Pasuruan).

Penetapan satu orang direksi aktif Bank Jatim ini menunjukkan jika dugaan penyalahgunaan wewenang dalam proses kredit atas debitur PT SGS mendekati kenyataan.

Pasca terungkapnya status hukum salah seorang direksi Bank Jatim menjadi tersangka, tak menutup kemungkinan, ada keterlibatan pada jajaran di tingkat atas Bank Jatim, yakni jajaran direksi.

Hal ini diketahui dari proses 3 kali kebijakan “HAPUS BUKU” yang semuanya disetujui dan ditanda tangani oleh direksi.

Dari dokumen hapus buku yang diperoleh Jurnal3, ada tiga tahap persetujuan hapus buku atas debitur PT SGS yang totalnya mencapai Rp 147.483.736.216,01.

Pertama: Keputusan No.052/1781/KEP/DIR/PKB tentang PENGHAPUSBUKUAN KREDIT MACET tertanggal 29 September 2014.

Kedua: Keputusan No.052/012/KEP/DIR/PKB tentang PENGHAPUSBUKUAN KREDIT MACET tertanggal 31 Desember 2014.

Ketiga: Keputusan No.053/1461/KEP/DIR/PKB tentang PENGHAPUSBUKUAN KREDIT MACET tertanggal 28 Mei 2015.

Dari ketiga keputusan ini, diduga kuat, direksi Bank Jatim lain di era kepemimpinan Hadi Sukrianto, patut diduga terlibat dalam proses kredit bermasalah yang totalnya mencapai Rp 147.483.736.216,01 tersebut.

Sementara itu, pihak Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Regional IV (dulu regional 3) pimpinan Sukamto, hingga kini belum bersikap terkait penetapan 4 tersangka oleh Bareskrim Mabes Polri. Padahal, diyakini, pihak OJK regional IV mengetahui secara pasti skandal PT SGS yang membelit Bank Jatim.

Kepastian OJK Regional IV mengetahui adanya skandal kredit macet PT SGS terungkap dalam pengakuan mantan direktur utama dan komisaris PT Bank Jatim, Hadi Sukrianto, melalui surat pengunduran dirinya kepada Gubernur Jatim, tertanggal 17 Maret 2016.

Untuk diketahui, kebijakan hapus buku (write-off) atas debitur PT SGS di Bank Jatim ini diduga kuat melanggar Buku Pedoman Perusahaan Bidang Perkreditan Buku II Bab VI tentang Prosedur Penyelamatan Kredit:

(2) Kriteria Penghapusbukuan

Suatu piutang Bank atau kewajiban debitur dapat diusulkan untuk dihapusbukukan jika kolektibilitasnya telah berada pada golongan 5 (macet) dan memenuhi kriteria sebagai berikut :

1. Usaha Debitur macet.

2. Debitur telah meninggal dunia dan tidak ada akhli waris pihak ketiga yang dapat menyelesaikan kreditnya.

3. Debitur tidak diketahui alamatnya/melarikan diri dan tidak ada pihak keluarga yang bertanggung jawab untuk menyelesaikan kreditnya.

4. Pemilik agunan/penjamin tidak mampu/tidak bersedia membantu langkah penyelesaian yang diusulkan.

5. Barang agunan musnah/mengalami penurunan nilai atau nilainya telah mengalami perubahan.

6. Debitur dinyatakan pailit oleh Pengadilan Negeri.

7. Saldo kewajiban debitur telah dicatat oleh KP2LN sebagai piutang negara yang sementara tidak ditagih.

8. Upaya-upaya penagihan intern telah dilakukan secara maksimal.

9. Sumber pengembalian dari debitur dan pihak lainnya tidak ada.

10. Kredit macet yang tuntutan ganti ruginya telah dibayar/ditolak oleh lembaga penjamin.

Dari kriteria di atas, PT SGS tidak masuk dalam beberapa kriteria untuk di-write-off. Karena dari penelusuran yang dilakukan oleh LSM Asosiasi Pemegang Saham (APS) Bank Jatim dalam dokumennya, termyn-termyn proyek yang dibiayai dari kredit Bank Jatim sudah dibayar oleh pemkab/pemkot setempat di beberapa daerah di Jawa Timur.@kurniawan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 5 seconds