JURNAL3 | JAKARTA – Peretasan web KPU ramai diperbincangkan di media sosial dan grup-grup WhatsApp, terutama pasca pencoblosan pilkada serentak 2017. Web KPU sendiri diberitakan sempat hampir mengalami down.
Ditengarai serverdown karena aksi peretas yang oleh banyak pihak dianggap sebagai serangan dari pihak luar negeri.
Pakar keamanan cyber Pratama Persadha menjelaskan bahwa serangan ke web KPU tidak perlu membuat gusar masyarakat.
Pasalnya Indonesia tidak menggunakan sistem electronic vote atau pemungutan suara dengan sistem digital, jadi tidak akan mengubah hasil perolehan suara.
“Indonesia masih memakai cara tradisional dalam pilkada kali ini. Jadi web KPU hanya sebagai salah satu sarana jembatan informasi, bukan termasuk dalam sistem pemilu itu sendiri. Suara sah dihitung dari berkas TPS sampai ke pusat, jadi selama berkas dipegang setiap pasangan calon saya rasa tidak akan ada masalah,” ujar Pratama Persadha, Jakarta, Jumat (17/02/2017).
Walau begitu Pratama menambahkan bahwa sebaiknya KPU memperkuat keamanan sistemnya. Walau tidak menjadi bagian integral sistem perhitungan suara dalam pemilu dan pilkada tanah air, web KPU akan tetap dianggap masyarakat sebagai salah satu rujukan terbaik pelaksanaan dan hasil pemilu.
“Walau bukan bagian integral perhitungan suara, peretasan terhadap web KPU tetap menimbulkan keresahan di tengah masyarakat. Akan terjadi kebingungan mana informasi yang bisa dipercaya,” jelasnya.
Dijelaskan oleh Pratama, KPU juga sebaiknya melakukan audit keamanan sistem informasi di lingkungannya secara berkala.
Ada Lembaga Sandi Negara yang sudah berpengalaman mengamankan sistem informasi milik pemerintah.
“Audit keamanan sistem informasi KPU sangat penting, utamanya mengetahui mana saja bagian yang perlu mendapatkan peningkatan keamanan. Selain itu juga yang penting adalah peningkatan kesadaran keamanan cyber di lingkungan KPU, tidak terkecuali para komisionernya,” terang chairman lembaga riset keamanan cyber Communication and Information System Security Research Center (CISSReC) ini.
Menurutnya, serangan yang hampir membuat down server KPU tersebut kemungkinan besar adalah serangan dengan menggunakan DDoS (Distributed Denial of Service). Yakni sebuah metode serangan dengan menggunakan ribuan bahkan jutaan zombie system yang mengirimkan paket data secara berulang-ulang sehingga sumber daya komputer atau sistem yang diserang tidak berfungsi.
“Saat server down praktis sebenarnya tidak ada yang bisa mengubah data, kecuali mempunyai akses fisik langsung terhadap server,” jelasnya.
Ditambahkan Pratama saat menggunakan TOR browser, website KPU masih bisa dapat diakses. TOR browser ini bisanya digunakan oleh peretas untuk menyamarkan dirinya di internet. Ini membuktikan bahwa tidak ada filtering terhadap siapa saja untuk mengakses dan menyerang KPU.
“Seharusnya KPU dari awal memblock IP yang berpotensi digunakan oleh peretas untuk mengakses KPU,” terangnya.
Sebagai contoh, seharusnya KPU sudah melakukan block terhadap tor-exit node yang terdapat dalam https://check.torproject.org/cgi-bin/TorBulkExitList.py?ip=103.21.228.212&port=
Pratama juga menghimbau agar masyarakat bisa lebih tenang dan tidak termakan oleh banyaknya broadcast yang beredar di WhatsApp maupun media sosial. Serangan terhadap web KPU tidak akan mengubah hasil pilkada, karena setiap pasangan telah mempunyai formulir bukti penghitungan suara, bahkan digandakan demi keamanan.@agussuryawan