JURNAL3 | JAKARTA – Wacana penggunaan electronic voting (e-voting) pada Pemilihan Umum 2019 dinilai belum perlu dikarenakan oenggunaan teknologi informasi pada pemungutan suara dalam pemilu itu rawan manipulasi.
Demikian disampaikan Ketua Program Magister Ilmu Politik FISIP Universitas Diponegoro Semarang, Teguh Yuwono, Rabu (11/10/2017).
Ia mengatakan, pemungutan suara dengan menggunakan teknologi seperti itu belum perlu, terlebih dengan model “fingerprint”, bisa kacau.
“E-voting bila diserang peretas (hacker), bubar itu hasil pemilu,” kata alumnus Flinders University Australia itu.
Oleh karena itu, yang baik menerapkan electronic calculating (e-calculating) melalui “scanner”. Lagi pula, sistem ini bisa dihitung ulang kalau ada masalah.
Sementara itu, Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Pemilu) menyebutkan sejumlah alat untuk mencoblos pilihan, seperti paku, bantalan, dan meja.
Teguh Yuwono mencontohkan Amerika Serikat. Ratusan tahun negara ini berpengalaman menggelar pemilu tetapi tidak mau menerapkan e-voting.@andiherman