JURNAL3 / VALLETA – Sebuah misi dari Uni Eropa mengunjungi Malta untuk menyelidiki aturan hukum negeri itu seiring dengan jatuhnya pemerintahan karena pembunuhan terhadap seorang wartawan investigasi.
Pembunuhan terhadap Daphne Caruana Galizia tahun 2017 mengguncang elite politik Malta dan menyorot lebih dalam tuduhan korupsi serta kelemahan sistem peradilan di negara yang terletak di Laut Mediterania ini.
Termasuk di dalamnya adalah penjualan “paspor emas” yang laris di kalangan super kaya dunia yang mencari pajak rendah, pendidikan elite atau negara tempat tinggal baru dengan alasan politik.
Berapa harga menjadi warga negara Malta dan orang-orang seperti apa yang membeli paspor mereka?
Kenapa dijuluki paspor emas? Program BBC Reality Check mencoba mencari tahu.
Bagaimana caranya membeli kewarganegaraan Malta?
Perdana Menteri Malta Joseph Muscat mengundurkan diri seiring skandal pembunuhan terhadap wartawan yang mengungkap kasus korupsi di sana.
Pemerintah Malta memperkenalkan skema di tahun 2014 untuk menarik orang-orang kaya dan memikat investasi di sana.
Dalam skema ini, untuk mendapat paspor Malta, para pelamar harus membayar:
€650,000 (sekitar Rp10 milyar) untuk dana pembangunan nasional
€150,000 (Rp 2,3 milyar) untuk memiliki bagian saham di Malta
Membeli properti dengan nilai sekurangnya €350,000 (atau menyewa dengan harga €16,000 per tahun)
Maka jumlah total biayanya adalah €1,150,000 (hampir Rp18 milyar) seperti disampaikan oleh anggota parlemen Eropa asal Belanda Sophie in’t Veld.
Pelamar juga harus memegang status penduduk selama 12 bulan sekalipun tidak harus secara fisik tinggal di sana.
Hingga kini ada 833 penanam modal dan 2.109 anggota keluarga mereka yang memperoleh kewarganegaraan Malta sejak skema di atas diberlakukan.
Para pemegang paspor Malta bebas untuk bepergian tanpa visa di negara-negara Eropa yang tergabung dalam perjanjian visa Schengen.
Antara tahun 2017 – 2018, skema ini berhasil meningkat €162.375.000 yang setara dengan 1,38?ri Pendapatan Nasional Kotor Malta pada periode tersebut, sekalipun pada tahun 2018 ada penurunan dalam pembelian paspor ini.
Ada insentif yang jelas bagi negara kecil seperti Malta untuk memberlakukan skema seperti ini guna menarik penanam modal.
“Banyak negara mikro jadi tergantung pada pendapatan yang didapat dari program seperti ini,” kata Luuk van der Baaren, seorang ahli tentang migrasi di European University Institute di Firenze.
Siapa yang membeli paspor Malta?
Pemerintah Malta tidak mengungkapkan informasi negara asal para pembeli paspor emas, tetapi mereka memberi informasi tentang asal wilayah mereka.
Para pembeli paspor ini paling banyak berasal dari wilayah Eropa, kemudian disusul oleh Timur Tengah dan kawasan Teluk, lalu Asia.
Namun negara-negara anggota Uni Eropa wajib mengumumkan setiap tahun jumlah orang yang mendapat kewarganegaraan di negara mereka masing-masing.
Para demonstran di Malta mempertanyakan pembunuhan terhadap wartawan investigasi Daphne Caruana Galizia.
Sesudah skema paspor emas diperkenalkan tahun 2014 di Malta, ada peningkatan jumlah naturalisasi sebagai warga negara Malta untuk orang yang berasal dari Arab Saudi, Rusia dan China.
Sebagai gambaran, tidak ada orang Arab Saudi yang dinaturalisasi oleh Malta sebelum tahun 2015, tetapi sejak skema itu diberlakukan, jumlahnya lebih dari 400.
Tentu ada alasan yang sah untuk memperoleh paspor negara lain, tapi ada kecurigaan bahwa sistem di Malta ini disalahgunakan.
Komisi Eropa menerbitkan laporan bulan Januari 2019 menyatakan kekhawatiran bahwa skema di Malta ini “tidak seketat” negara-negara Uni Eropa lain.
Misalnya, para pelamar tidak wajib tinggal secara fisik di sana dan tidak dibutuhkan adanya hubungan sebelumnya dengan negara tersebut.
Organisasi Kerjasama Ekonomi dan Pembangunan (OECD) mengeluarkan laporan tahun 2018 yang memasukkan Malta dalam daftar hitam negara dengan risiko penggelapan pajak lantaran skema “paspor emas” mereka.
Pemerintah Malta menyatakan mereka memeriksa seluruh pelamar dan orang-orang yang punya risiko politik dan korupsi tinggi.
Luuk van der Baaren mengatakan banyak anggota keluarga yang menggunakan paspor itu untuk memasukkan anak-anak mereka ke sekolah di luar negeri, seandainya mereka butuh keluar dari negara asal mereka.
Namun van der Baaren menambahkan bahwa program ini bisa memperburuk ketimpangan di negara-negara asal, karena para elite dimungkinkan untuk membeli kewarganegaraan di tempat lain.
Di antara negara anggota Uni Eropa lain, Siprus dan Bulgaria juga memiliki skema serupa.
Antara tahun 2008 dan 2018, Siprus memberi kewarganegaraan kepada 1.685 investor dan 1.651 anggota keluarga mereka.
Namun bulan November tahun ini, mereka mencopot 26 di antaranya dengan alasan adanya “kekeliruan” dalam proses pengeluaran paspor itu.@bbc