Jurnal3.net/Gresik – Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa mengunjungi sentra kain tenun dan sarung tenun buat Desa Wedani, Kecamatan Cerme, Gresik. Gubernur pertama di Jawa Timur mendatangi desa tersebut yang juga dikenal sebagai desa devisa, Jumat (4/2/2022).
Desa Wedani yang dikenal sebagai Desa Sentra Tenun ini merupakan salah satu Desa Devisa yang ada di Jatim. Dimana, Desa Devisa merupakan salah satu program yang dipelopori Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI)/Indonesia Eximbank untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan daya saing komoditas yang dihasilkan suatu wilayah.
Program desa devisa ini salah satunya memberikan pendampingan dan pengembangan kapasitas pelaku usaha berorientasi ekspor. Selain di Wedani Gresik, Desa Devisa di Jawa Timur juga terdapat di Desa Kupang Kabupaten Sidoarjo dengan komoditas rumput laut, serta Desa Devisa Agrowisata Ijen Banyuwangi.
Saat meninjau Desa Wedani, Gubernur Khofifah mengatakan bahwa program desa devisa ini sangat penting dalam upaya mendorong peningkatan akses pasar dan update desain sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui pendampingan dan pemberdayaan para pelaku usaha.
Jadi, kata dia, program Desa Devisa ini sangat strategis terutama dalam meningkatkan kualitas produk terutama dalam mendorong pasar ekspor.
Para pelaku usaha industri tenun ini, sangat terbantu bagaimana produknya mengikuti trend pasar, menggunakan merk yang sama. “Pada akhirnya dengan adanya pendampingan seperti ini maka ekonomi masyarakat meningkat, dan kesejahteraan juga ikut meningkat,” imbuhnya.
Khofifah menambahkan, produkkain maupun sarung tenun yang dihadilkan di Desa Wedani ini telah ke berbagai negara. Berbagai motif khas tenun dari Desa Wedani seperti songket gunung timbul, goyor, dan corak liris sangat diminati pasar luar negeri.
Pada kesempatan yang sama, Khofifah pun memuji penerapan Communal Branding yang dilakukan para pengrajin di desa ini. Dimana, mereka menggunakan merk bersam yakni Wedani Giri Nata (WGN) yang digunakan oleh 61 pelaku industri tenun di desa ini.
Melalui communal branding, lanjutnya, maka standar dari kualitas akan lebih terjaga. Terlebih ketika ada permintaan produk dalam jumlah yang besar, baik dari pasar dalam negeri maupun luar negeri.
“Ditambah market biasanya punya referensi warna dan desain tersendiri. Pengrajin dituntut mengikuti trend pasar. Dengan communal branding ini akan ada jaminan standar kualitasnya. Desa Devisa Wedani ini bisa dicontoh desa lain dengan ekosistem yang sudah tertata sangat baik dan sinergi yang sangat baik,” pungkasnya. (dayat)