Dana Hibah Ratusan Juta Dicairkan Pokmas, Lalu Diserahkan Full ke PT. S*T*

Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK-RI mengindikasikan dugaan ada "by design" dibalik raibnya Rp, 40,9 miliar di pengadaan LPJU senilai total Rp. 75,3 miliar di Jawa Timur./ekslusif-jurnal3

LAPORAN Hasil Pemeriksaan (LHP) Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)-RI atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) Provinsi Jatim TA 2020, soal kelebihan bayar Rp. 40,9 miliar di pengadaan Lampu Penerangan Jalan Umum (LPJU) di Jatim, makin menguatkan dugaan “by design” oleh kelompok tertentu.

Helmy Perdana Putra, Inspektur Provinsi Jawa Timur, dengan percaya diri menyebut 76 Pokmas (kelompok masyarakat) penerima dana hibah Lampu Penerangan Jalan Umum (LPJU) di Lamongan sepakat mengembalikan total kelebihan bayar dana hibah Rp 40,9 miliar.

Lalu darimana Pokmas bisa mengembalikan uang yang tidak pernah mereka pegang sama sekali setelah dicairkan dari Bank Jatim?

Jika merujuk pada bukti hitam di-atas-putih, pernyataan Helmy bahwa yang bertanggung-jawab atas “raibnya” dana hibah itu adalah Pokmas, memang betul. Karena sebagai Inspektur, Helmy memang harus berbicara dalam bingkai aturan main.

Namun, jika melihat hasil temuan di Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK-RI, ceritanya jadi lain.

Hasil pemeriksaan atas rekening penerimaan dana hibah Pokmas menunjukkan, seluruh bantuan telah diterima pada ratusan Pokmas di rekening Bank Jatim sesuai dengan jumlah yang tercantum dalam Naskah Perjanjian Hibah Daerah (NPHD). Dana itu seluruhnya ditarik oleh Pokmas secara tunai sebesar bantuan yang diterima sesuai pengajuan.

Yang menarik! Di LHP BPK-RI secara lugas disebut, usai mengambil dana-dana itu, para Pokmas memberikan dana itu seluruhnya ke PT. S*T*, penyedia LPJU, yang didukung oleh invoice dan kuitansi yang ditandatangani kedua belah pihak, dengan didampingi oleh para personil koordinator kecamatan. (Soal bagaimana peran PT. S*T* sehingga bisa menjadi supplier tunggal pengadaan ribuan LPJU lewat dana hibah, akan dikupas di edisi berikutnya. Red)

Ahmad Annur, Ketua Lembaga Center For Islam and Democracy Studie’s (CIDe’) Ahmad Annur, kepada Jurnal3 mengungkapkan, dari hasil pertemuannya dengan beberapa Pokmas, invoice dan kuitansi dimaksud tidak dipegang oleh Pokmas.

“Bagaimana Pokmas bisa mempertanggungjawabkan kalau bukti-buktinya semua dibawa oleh koordinator. Apa ini memang disengaja untuk menghilangkan bukti atau bagaimana,” ujar Annur.

Dari LHP BPK-RI, disebut, para Pokmas hanya diberikan dana sebesar Rp.1,5 juta per titik lampu untuk biasa pembangunan pondasi tiang lampu.

“Yang ratusan juta itu dibawa sama koordinator. Pokmas cuma diberi uang total Rp. 7 juta atau Rp. 15 juta sesuai jumlah titik lampu yang diajukan,” ungkap Annur.

Dan benar saja. Laporan LHP BPK-RI menyebut, berdasarkan dokumen NPHD, jumlah titik lampu yang akan dibangun oleh Pokmas adalah antara 5 hingga 10 titik lampu, sehingga Pokmas mendapatkan dana (Rp 1.500.000 x jumlah titik lampu) yang diajukan.

Lalu, soal Laporan Pertanggung Jawaban (LPJ). LHP BPK-RI menemukan fakta bahwa seluruh LPJ yang disampaikan memiliki kesamaan format dan isi.

Dari hasil konfirmasi BPK-RI ke Pokmas, diketahui kalau Pokmas tidak menyusun sendiri LPJ tersebut, melainkan disusun oleh koordinator lalu dibawa ke Pokmas untuk dimintakan tanda tangan.

Bahkan, BPK-RI juga menyebut ada pernyataan dari koordinator kalau LPJ itu dibuat oleh mereka sekaligus mengumpulkan LPJ untuk disampaikan ke Dinas Perhubungan Jatim.

Dari sini nampak bahwa Pokmas yang seharusnya memiliki peran besar dalam pengadaan LPJU, ternyata sebaliknya. Peran itu diambil-alih oleh koordinator yang mengarahkan para Pokmas untuk melakukan ini dan itu.

Ini semua berawal dari pengajuan proposal oleh Pokmas usai mendapat info dari koordinator Pokmas adanya perencanaan pengadaan lampu jalan dalam bentuk bantuan di wilayah konstituen.

Para Koordinator lalu membentuk Pokmas dan menyusun proposal untuk pengajuan bantuan. Dari LHP BPK-RI, diketahui bahwa info soal bantuan lampu jalan ini disampaikan saat pelaksanaan reses anggota DPRD Jatim Dapil Lamongan dan Gresik.

Pokmas LPJU itu dibentuk dalam dua gelombang, yakni antara bulan Juni hingga Juli 2019 untuk usulan pada APBD 2020. Selanjutnya pada Januari hingga Februari 2020, untuk usulan pada P-APBD 2020.

Data yang diperoleh Jurnal3, menunjukkan, dugaan Pokmas di-setting sebagai “alat pencair” dana hibah diketahui dari kesamaan format proposal yang diajukan oleh 247 Pokmas.

Kesamaan ratusan proposal itu terdiri dari 9 poin, yakni a).Latar Belakang; b).Permasalahan; c). Maksud dan Tujuan; d). Sasaran; (e). Pelaksana; f).Tempat Kegiatan; g). Waktu Pelaksanaan; h).Pembiayaan; dan i). Penutup.

Semua pembuatan hingga pengajuan proposal Pokmas ini dikoordinir oleh Koordinator Kecamatan. Selain format dan isi uraian yang sama, juga terdapat kesalahan penulisan yang sama pula. Ini menunjukkan semua proposal tersebut disinyalir dibuat secara massal dengan cara copy paste.

Yang membedakan antar proposal itu hanya penyebutan nama Pokmas masing-masing dan selanjutnya secara kolektif diserahkan (diajukan) ke Pemprov Jatim.

*rizalhasan (bersambung ke Part-5)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 5 seconds