Jurnal3.net/Surabaya – Sebanyak 60 Aparat Sipil Negara (ASN) dari 24 Provinsi di Indonesia, pemprov dan pemkab di Jawa Timur digembleng kepemimpinan di Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BPSDM) Provinsi Jawa Timur.
Mereka digembleng dengan bertajuk Smart Governance mewujudkan kebangkitan ekonomi nasional. Sebanyk 60 peserta terdiri dari 24 peserta dari selain provinsi Jatim, 29 peserta dari kabupaten/kota di Jawa Timur dan 7 peserta dari Pemprov.
Bagi seorang pemimpin tidaklah mudah dan juga harus memiliki jiwa leadership dengan menmgambil keputusan yang tepat. Namun, Khofifah Indar Parawansa Gubernur Jawa Timur ini punya resep. Resep itu dia praktikkan selama ini sehingga daerah di Jawa Timur, dan kondusivitasnya berjalan normal. Tidak sekadar teori. Tapi juga praktik.
Khofifah pun berbagi resep. Apa resep itu. Kalau Chef juru masak resep itu disimpan dan mahal, tapi sebagai Gubernur pemimpin tertinggi Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa dengan enteng membagikannya.
Kunci utama dan resep utama dalam merawat dan menerapkan smart governance dan melakukan mitigasi risiko. Model smart governance sendiri memiliki beberapa aspek diantaranya smart mobility, smart living, smart governance, smart people, smart economy, dan smart environment.
“Dalam mengambil keputusan, seorang decision maker seperti Bapak/Ibu semua yang mengikut PKN ini, jangan tidak melakukan mitigasi risiko,” ujar Khofifah saat menjadi narasumber pada pembukaan PKN Tingkat II Provinsi Jawa Timur dan Penandatanganan Naskah Kesepakatan Bersama (MoU) antara Pemerintah Kota Blitar dengan Provinsi Jawa Timur di Gedung BPSDM Jatim, Surabaya, Rabu (16/2) kemarin.
Khofifah mengatakan, dalam upaya mewujudkan smart goveranance sangat dibutuhkan dukungan dari kekayaan data dan kelengkapan informasi yang dimiliki. Karena data yang akurat dan valid akan sangat berpengaruh dalam setiap pengambilan kebijakan atau keputusan.
“Ketika periode pertama, Pak Presiden Joko Widodo mengajak kita melakukan reformasi mental, sangat banyak diantara kita semua yang kadang mentalnya memang cepat puas, menganggap sederhana dampak dari komplikasi masalah yang dihadapi, dan sering munculnya masalah tidak dianggap sebagai sesuatu yang harus segera diselesaikan,”tukas Khofifah dalam keterangan tertulis, Kamis (17/2/2022).
Khofifah menambahkan, masih terkait smart governance, lanjutnya smart city juga menjadi bagian strategis di dalamnya. Smart city sendiri memerlukan upaya-upaya inovatif dari ekosistem kota untuk mengatasi berbagai persoalan dan peningkatan kualitas yang ada.
“Oleh karenanya dibutuhkan kajian menyeluruh agar konsep smart city sesuai dengan keunggulan, potensi dan tantangan khas daerah masing-masing,” tukasnya.
Lebih lanjut, Kata Khofifah, selain itu perlu diikuti dengan perubahan mindset. Yaitu mindset dari penguasa menjadi pelayan, dari perilaku tertutup dan reaktif menjadi berfikir terbuka dan proaktif inovatif, dari terkotak-kotak menjadi bersinergi dan berkolaborasi, dari berfikir sesaat menjadi berfikir strategis, penyelenggaraan wewenang menjadi menjalankan peran, dan dari trouble shooting menjadi trouble solving.
“Setelah itu baru dilihat bagaimana sesungguhnya proses internalisasi berbagai nilai itu menjadi patron yang akan memberikan referensi pada cara-cara kerja kita ke depan,” pungkasnya. (syaiful)