Fatwa MUI Jatim : Wabah PMK Bukan Zoonosis, Tidak Akan Menular ke Manusia

JURNAL3.NET/SURABAYA – Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) pada hewan ternak belakangan ini mulai mewabah di sejumlah beberapa wilayah di Provinsi seluruh Indonesia. Selain meresahkan para peternak juga muncul berbagai asumsi terkait mengkonsumsi dagingnya, terlebih menjelang momentum Idul Adha.
Pusat Inkubasi Bisnis Syariah (PNBAS) Majelis Ulama Indonesia (MUI) Provinsi Jawa Timur (Jatim) mengadakan kegiatan workshop dengan bertajuk Kurban Aman Ditengah Wabah Penyakit Mulut dan Kuku di Dinas Pertenakan Provinsi Jawa Timur, Kamis (7/7/2022) hari ini.
Turut hadir pula Kepala Dinas Peternakan Provinsi Jawa Timur Indyah Aryani, Ketua Pusat Inkubasi Bisnis Syari’ah (PINBAS) MUI Jatim Jumadi, dan Sholihin Hasan Sekretaris Komisi Fatwa MUI Jatim.
Sholihin Hasan Sekretaris Komisi Fatwa MUI Jatim mengatakan bahwa realitanya penyakit mulut dan kuku itu bukan penyakit zoonosis yang tidak akan menular kepada manusia.
“Cepat menular pada hewan berkaki belah. Selain itu juga menimbulkan kerugian ekonomi dan gangguan terhadap aspek sosial budaya dan keresahan masyarakat, dan masa inkubasi selama 14 hari,”kata Sholihin.
Menurut Sholihin, Dalam konteks wabah penyakit kuku dan mulut (PMK), mudhahhi (orang yang berkurban) atau panitia kurban harus memastikan kesehatan hewan kurban melalui surat keterangan kesehatan hewan (SKKH) yang diterbitkan oleh otoritas veteriner setempat sebagai upaya meminimalisir penularan virus dan menjaga kualitas hewan kurban.
“Dalam ketentuan hukum, hewan yang terkena PMK dan berdampak daging dan sesuatu yang bisa dikonsumsi atau tidak bisa berdiri, maka tidak sah dijadikan kurban kecuali hewan tersebut ditentukan sebagai kurban nazar,”ujarnya.
Sholihin menjelaskan, Kurban nazar ini harus dilaksanakan akan tetap sah dengan memenuhi prosedur ketat. Diantaranya adalah Hewan yang terkena PMK dipisahkan dari hewan lainnya, dilakukan pembersihan dan disinfeksi terhadap lantai, peralatan, dan pakaian orang yang melakukan kontak dengan hewan setelah proses pemotongan.
“Petugas atau orang yang kontak dengan hewan selama proses pemotongan harus membersihkan diri sebelum keluar dari pemotong, dan kepala, jeroan, kaki ekor, dan tulang direbus dalam air mendidih minimal selama 30 menit,”tutur Sholihin.
Lebih lanjut, Kata Sholihin, hewan yang kena PMK dan disaat hari penyembelihan tidak pincang atau tidak berdampak pada berkurangnya daging dan sesuatu yang bisa dikonsumsi maka sah dijadikan kurban dengan melalui prosedur tertentu.
“Hewan yang dinyatakan sembuh dari PMK dan kondisinya layak dijadikan hewan kurban, seperti tidak pincang, tidak benar-benar kurus, dan sebagainya. Maka sah dijadikan kurban dengan melalui prosedur khusus, karena masih berpotensi membawa virus,”tukas dia. *Syaiful Hidayat
Leave a Reply