JURNAL3.NET / SURABAYA – Wakil Gubernur Jawa Timur Emil Elestianto Dardak menyampaikan Nota Penjelasan terhadap Raperda usulan untuk Pemerintah Provinsi Jawa Timur, yaitu Raperda tentang Pengelolaan Keuangan Daerah dalam rapat paripurna, Kamis (3/11/2022).
Dimana, diketahui bersama bahwa dengan diundangkannya Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 77 Tahun 2020 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Keuangan Daerah, dan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, yang mencabut Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.
“Maka perlu dilakukan penyesuaian terhadap Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah Provinsi Jawa Timur,” terangnya.
Emil menambahkan penerbitan beberapa peraturan perundang-undangan terkait keuangan yang baru tersebut, dilatarbelakangi oleh adanya keinginan untuk mengelola keuangan negara dan daerah secara efektif dan efisien.
Ide dasar dimaksud, diharapkan dapat dilaksanakan melalui tata kelola pemerintahan yang baik dengan 3 pilar utama, yaitu transparansi, akuntabilitas, dan partisipatif.
“Untuk mencapai peraturan tujuan tersebut, diperlukan adanya satu pelaksanaan yang komprehensif dan terpadu dengan tujuan untuk memudahkan pelaksanaan, sehingga tidak menimbulkan salah tafsir dalam penerapannya. Peraturan dimaksud memuat berbagai kebijakan terkait dengan perencanaan, penganggaran dan pelaksanaan,” jelasnya.
Menurut Emil perubahan mendasar dalam pengaturan pengelolaan keuangan daerah meliputi beberapa aspek sebagai perencanaan dan penganggaran, yaitu pertama, mengubah klasifikasi belanja yang tidak lagi mencantumkan belanja langsung dan belanja tidak langsung, namun menggunakan klasifikasi belanja operasional, belanja modal, belanja transfer, dan belanja tak terduga. Kedua, mengubah rincian tugas Tim Anggaran Pemerintah Daerah.
“Ketiga, mengatur daerah yang tidak memenuhi alokasi belanja sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Keempat mengatur pemberian tambahan penghasilan kepada pegawai ASN, Kelima, menegaskan bahwa Kepala Daerah menetapkan rancangan KUA dan rancangan PPAS menjadi KUA dan PPAS berdasarkan RKPD,” paparnya.
Selain itu, menurut Emil, juga terdapat beberapa perubahan mendasar sebagaimana yang diamanatkan dalam Pasal 222 ayat (3) Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2019 bahwa Pemerintah Daerah wajib menerapkan sistem pemerintahan berbasis elektronik di bidang pengelolaan keuangan daerah secara terintegrasi, yang meliputi pertama, penyusunan program dan kegiatan dari rencana kerja Pemerintah Daerah.
“Kedua, penyusunan rencana kerja SKPD, ketiga penyusunan anggaran, keempat pengelolaan pendapatan daerah, kelima pelaksanaan dan penatausahaan keuangan daerah, keenam, akuntansi dan pelaporan; dan ketujuh pengadaan barang dan jasa,” katanya.
Dalam hal perencanaan dan penganggaran, pengaturan pada aspek perencanaan diarahkan agar seluruh proses penyusunan APBD semaksimal mungkin dapat menunjukkan latar belakang pengambilan keputusan dalam menetapkan Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur tentang Pengelolaan Keuangan Daerah paling lambat Tahun 2022.
Dengan demikian, “besar harapan Kami agar Raperda tentang Pengelolaan Keuangan Daerah ini dapat disetujui dan ditetapkan di Tahun 2022. Hal tersebut perlu diperhatikan karena Perda ini nantinya akan mulai dijadikan dasar untuk pengelolaan keuangan daerah di Tahun 2023,” pungkasnya. /*Red