JURNAL3.NET / SURABAYA – Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa akhirnya buka suara soal dana hibah yang sempat menghebohkan publik di Jawa Timur.
Hal ini berawal dari pertanyaan sejumlah awak media yang mempertanyakan soal jumlah hibah yang dikucurkan Pemprov Jatim ke kelompok masyarakat atau lembaga.
Khofifah meminta awak media menanyakan ke Sekdaprov atau Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Jatim.
“Tanyanya, sebaiknya ke Pak Sekda sebagai ketua TAPD (Tim Anggaran Pemerintah Daerah) atau ke Bappeda. Jadi dua ini yang mengetahui detail, tidak bisa bilang per tahun, tahun ini berapa, tahun ini berapa,” katanya di Gedung Negara Grahadi Surabaya, Kamis (22/12/2022).
Khofifah kemudian menjelaskan syarat yang harus dipenuhi kelompok atau lembaga untuk mendapatkan dana hibah.
Hibah bisa cair setelah ada SK Gubernur, SK turun setelah ada verifikasi dari Inspektorat.
“Inspektorat melakukan verifikasi setelah ada tim yang turun, bahwa memang lembaga ini betul. Lembaga itu harus mendapatkan legalitas dari camat. Jadi dari SKPD terdekat itu berarti camat,” jelasnya.
Kemudian setiap penerima hibah, lanjut Khofifah, harus menandatangani tiga hal. Pertama, pakta integritas. Isinya antara lain siap disanksi, siap dipidana kalau tidak sesuai dengan program yang usulkan.
Kedua, surat pernyataan tanggung jawab mutlak. Artinya, penerima hibah memiliki tanggung jawab mutlak untuk melaksanakan sesuai dengan pengajuan sampai membuat pelaporan.
Ketiga, menandatangani Naskah Perjanjian Hibah Daerah (NPHD). “Jadi tiga ini sebetulnya menjadi tanggung jawab penerima hibah,” kata Khofifah.
“Penerima lho ya. Saya membedakan antara penerima hibah dengan aspirator, ini sesuatu yang berbeda. Sehingga tanggung jawab mutlak ada di penerima,” tandasnya.
Bagaimana dengan monitoring dan evaluasi pelaksanaannya?
“Mereka kan sudah tiga perjanjian itu, ditandatangani, kemudian melakukan pelaporan. Jadi pada posisi seperti ini, menjadi sangat tergantung pada si penerima hibah,” katanya.
Aspirator menjadi penting, tandas Khofifah, karena ada jembatannya sampai keputusan tersebut masuk di dalam perencanaan penganggaran hibah tahun tertentu.
“Itu menjadi koneksitasnya, simpul-simpulnya itu menjadi penting untuk bisa melihat aspiratornya. Aspirator mengusulkan ABCDE, lha ABCDE ini kemudian penerima hibah,” katanya.
“Dia (penerima hibah) menandatangani tiga hal. Pakta integritas, kemudian surat pernyataan tanggung jawab mutlak, dan NPHD,” tuntas Khofifah./*Rizal Hasan