JURNAL3.NET / SURABAYA – Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) Jawa Timur mengusulkan agar pemerintah mereview atau mengkaji ulang Peraturan Pemerintah No. 54 Tahun 2017 tentang BUMD.
Yakni Pasal 95 ayat 2 yang menyatakan bahwa dalam hal pinjaman sebagaimana dimaksud pada ayat 1 mempersyaratkan jaminan, aset BUMD yang berasal dari hasil usaha BUMD dapat dijadikan jaminan untuk mendapatkan pinjaman.
Kemudian, Perda No. 8 Tahun 2019 tentang BUMD Pasal 9 ayat 1 yang menyatakan bahwa penyertaan modal Pemerintah Provinsi untuk pendirian BUMD yang berupa barang milik daerah yang berbentuk tanah dan/atau bangunan tidak boleh dipindahtangankan ke pihak lain.
Hal ini disampaikan oleh Direktur Utama PT Panca Wira Usaha (PWU) Erlangga Satriagung, Rabu (4/1/2023).
“Kami mengusulkan langkah strategis kepada Gubernur Jawa Timur untuk mendorong Kemendagri melakukan Review terkait PP 54 Tahun 2017 Pasal 94 ayat 4 dan Pasal 95 ayat 2. Usulan kedua adalah agar melakukan review terkait Perda No. 8 Tahun 2019 tentang BUMD khususnya Pasal 9 ayat 1 yang semula menyatakan bahwa aset tidak boleh dipindahtangankan berubah menjadi aset dapat dipindahtangankan dengan persyaratan tertentu,” ujar Erlangga.
Erlangga mengatakan kalau regulasi sudah diatasi, baru permodalan. Menurutnya apakah pemprov sebagai pemegang saham pengendali di semua BUMD di provinsi memungkinkan untuk memberikan permodalan kepada BUMD yang dimiliki oleh Pemprov.
“Karena sebuah badan usaha atau korporasi semakin hari semakin maju dan menghasilkan laba maka memerlukan tambahan permodalan. Kalau hanya melakukan efisiensi, labanya jelas tidak mungkin. Kalau memungkinkan harus ada kontrak antara pemprov dengan BUMD,” jelasnya.
Jika belum memungkinkan, lanjut Erlangga, maka harus ada upaya dari support perbankan. Kemudian mendapatkan permodalan dari lembaga keuangan non perbankan.
“Selain itu adalah upaya out of the box, ini yang harus dicari. Mungkin usulan out of the box adalah kita ketahui saham Pemprov di BUMD sebanyak 99 persen, padahal syaratnya sebagai BUMD hanya 51 persen. Yang jadi pertanyaan adalah kenapa harus pegang 99 persen kalau labanya cuma sedikit. Padahal 51 persen aja sudah cukup, apakah tidak mungkin 45 persen dilepas kepada investor,”katanya.
“Nah maka muncul pertanyaan nanti dilusi atau penurunan persentase kepemilikan saham yang terjadi karena bertambahnya jumlah saham total ? Tidak, kalau pemprov sebagai pemegang saham pengendali, tergantung pemegang saham, tidak mungkin akan ada dilusi. Ini mungkin usulan out of the box,” terangnya.
Erlangga mencontohkan tidak ada konglomerat yang memiliki saham 99 persen di sebuah perusahaan. Menurutnya hanya 30 hingga 50 persen.
“Kalau 99 persen itu ada zaman orde baru, tetapi sejak reformasi konsepnya berubah. Kalau dulu berbagi saham sama dengan berbagi keuntungan. Kalau zaman reformasi konsepnya berubah, berbagi saham itu sama dengan berbagi risiko. Semakin banyak pemegang saham di sebuah korporasi maka jaringannya semakin luas, punya pemikiran cerdas,” katanya.
Untuk solusi permodalan, lanjut Erlangga, saham Pemprov Jatim di BUMD untuk dilepas sebagian (Pemprov Jatim tetap dipertahankan sebagai Saham Pengendali / Saham Mayoritas, minimal 55 persen) kepada pihak yang berminat.
Sehingga dengan posisi Pemprov Jatim tetap sebagai pemegang saham pengendali atau saham mayoritas maka saham Pemprov Jatim di BUMD tidak berisiko mengalami dilusi saham.
Solusi permodalan yang kedua menurutnya adalah saham di anak BUMD untuk dilepas sebagian (Perusahaan Induk tetap dipertahankan sebagai pemegang saham pengendali / saham mayoritas, minimal 55 persen, syarat sebagai anak perusahaan adalah memiliki saham 70 persen) kepada pihak yang berminat.
“Sehingga BUMD dengan posisi tetap sebagai pemegang saham pengendali atau saham mayoritas maka saham di anak perusahaan tidak berisiko mengalami dilusi saham, meskipun saham BUMD di anak perusahaan kurang dari 70 persen akan mengalihkan status dari anak perusahaan menjadi saham penyertaan,” pungkasnya. /*Red