JURNAL3.NET / SURABAYA – Ditinjau berdasarkan status pekerjaan utama, sebagian besar pekerja perempuan di perkotaan berstatus sebagai buruh/karyawan/pegawai sebesar 39,70 persen, seperti menjadi buruh pabrik maupun buruh penjaga toko atau sales.
Kondisi ini relatif berbeda dengan pekerja perempuan di perdesaan yang didominasi oleh pekerja keluarga/pekerja tak dibayar sebesar 36,0 persen.
“Artinya dari 100 orang pekerja perempuan di perdesaan, terdapat 36 orang pekerja yang dikategorikan sebagai pekerja keluarga atau pekerja tak dibayar,” ujar Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Jawa Timur, Dadang Hardiwan.
Melansir laman resmi dalam laporan Profil Angkatan Kerja Perempuan Provinsi Jawa Timur 2021 pada tanggal 9 Januari 2023, tercatat bahwa pekerja keluarga/pekerja tak dibayar merupakan salah satu indikasi bahwa meskipun seseorang aktif secara ekonomi namun peran sertanya atau keaktifannya dalam pasar kerja belum optimal.
Pekerja keluarga/pekerja tak dibayar biasanya berperan sebagai pendukung, mereka belum memegang peran penting dalam upaya mendapatkan penghasilan dan meningkatkan kesejahteraan rumah tangga. Status pekerja keluarga/pekerja tak dibayar juga belum optimal.
“Status pekerja keluarga/pekerja tak dibayar juga identik dengan produktivitas yang rendah. Pekerja keluarga/pekerja tak dibayar ini biasanya bekerja dengan jam kerja yang tidak pasti dan di bawah jam kerja normal,” pungkas Kepala BPS Jatim. /*Red