Sidang Penggelapan Jutaan Kilo Liter BBM, Saksi Indikasikan Keterlibatan Perusahaan Pemasok

Indikasi keterlibatan PT Bahana Line dan PT Bahana Ocean Line soal penggelapan pasokan BBM untuk kapal-kapal milik PT Meratus Line diungkap dalam sidang di Pengadilan Negeri Surabaya,/*ist
Dugaan praktik penggelapan pasokan BBM untuk kapal-kapal milik PT Meratus Line diungkap dalam sidang di Pengadilan Negeri Surabaya./*ist

JURNAL3.NET / SURABAYA – Indikasi keterlibatan PT Bahana Line dan PT Bahana Ocean Line pada praktik  penggelapan pasokan BBM untuk kapal-kapal milik PT Meratus Line diungkap pada sidang lanjutan di Pengadilan Negeri Surabaya, Senin (16/1/2023).

Dua perusahaan yang saling terafiliasi itu merupakan pemasok BBM jenis solar untuk kapal-kapal milik PT Meratus Line.

Direktur Utama PT Meratus Line, Slamet Rahardjo yang dihadirkan sebagai saksi menuturkan adanya pengakuan dari salah satu terdakwa Edi Setyawan bahwa uang penjualan BBM hasil penggelapan itu diambil di Kantor PT Bahana Line.

“Pengakuan Edi Setyawan, dia pernah ambil uang penjualan BBM hasil praktik penggelapan ini di kantor PT Bahana Line,” ujar Slamet di sidang yang dipimpin oleh Ketua Majelis Hakim Sutrisno itu.

Praktik penggelapan BBM solar jenis MFO dan HSD itu diduga berlangsung selama 7 tahun mulai 2015 hingga Januari 2022.

Manajemen PT Meratus Line mencurigai adanya praktik tersebut setelah menerima informasi dari whistle blower yang ditindaklanjuti dengan melakukan audit.

“Perusahaan menemukan bukti penggelapan bahan bakar kapal, antara lain, sebesar 550 kilo liter solar dengan kerugian senilai Rp 5,9 miliar selama periode 1-23 Januari 2022. Jika total kerugian sejak Mei 2015 hingga Januari 2022 (81 bulan) terhitung senilai Rp 501 miliar,” tuturnya.

Angka kerugian yang didukung dengan bukti-bukti dalam pemeriksaan internal audit, tambah Slamet, selama periode Februari 2018 hingga Januari 2022 terdapat kerugian dengan nilai Rp 94,8 miliar.

Edi Setyawan yang merupakan karyawan outsourcing, di BAP saat di periksa di kepolisian mengakui mendapat Rp 600 juta dalam sebulan dari penjualan BBM hasil penggelapan itu dan beberapa kali pengambilan uang dilakukan di kantor pemasok BBM.

Slamet menambahkan bahwa praktik penggelapan itu menyangkut BBM dalam jumlah yang sangat besar sehingga para pelaku membutuhkan pihak lain yang berperan sebagai penadah.

Pihak yang berperan sebagai penadah tidak hanya memiliki dana yang besar namun juga infrastruktur dan kemampuan untuk menjual menjual kembali BBM hasil penggelapan tersebut.

Bergulirnya kasus penggelapan pasokan BBM ini berawal dari laporan PT Meratus Line ke Polda Jatim pada Februari 2022 lalu.

Pihak kepolisian selanjutnya menetapkan 17 orang sebagai tersangka yang saat ini berstatus sebagai terdakwa.

Mereka adalah Edi Setyawan, Erwinsyah Urbanus, Eko Islindayanto, Nur Habib Thohir, Edial Nanang Setyawan, dan Anggoro Putro, David Ellis Sinaga, Dody Teguh Perkasa, Dwi Handoko Lelono, Mohammad Halik, dan Sukardi.

Selain itu Sugeng Gunadi, Nanang Sugiyanto, Herlianto, Abdul Rofik, Supriyadi, Heri Cahyono.  Mereka diproses dalam berkas dakwaan terpisah.

Sikap JPU Terkesan Aneh

Menanggapi kesaksian Slamet Rahardjo, Ketua Majelis Hakim Sutrisno justru memintanya untuk tidak melanjutkan keterangan yang mengindikasikan keterlibatan pihak lain dalam praktik penggelapan BBM dalam jumlah yang sangat besar itu.

“Ini kan urusan antar oknum karyawan dan proses antar perusahaan kan tidak ada masalah,” kata Sutrisno.

Ironisnya, keterangan yang disampaikan oleh saksi-saksi dari PT Meratus Line termasuk Slamet Rahardjo terkait hal itu juga tidak mendapatkan dukungan dari pihak jaksa penuntut umum (JPU), Ribut dan Uwais.

Padahal Slamet maupun saksi-saksi lain berusaha memberikan keterangan yang lebih komprehensif yang dapat mengungkap tindak kejahatan yang tidak mungkin dilakukan hanya oleh oknum-oknum karyawan. /*Red

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 5 seconds