JURNAL3.NET / PONOROGO – PDRB adalah jumlah nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh seluruh unit ekonomi di suatu wilayah dan bukan merupakan tolok ukur untuk melihat angka kemiskinan di suatu daerah.
Hal ini disampaikan Buyung Rimeto Wicaksono, Dsospro Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Ponorogo, Senin (6/3/2023).
Menurut dia, pendekatan antara menghitung PDRB dan kemiskinan berbeda. PDRB dihitung berdasarkan produksi dan pengeluaran. Sedangkan kemiskinan diukur dari penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per bulan di bawah garis kemiskinan.
‘’PDRB Kabupaten Ponorogo malah paling tinggi di Karesidenan Madiun. Karena jumlah penduduk yang besar sebagai pembagi, maka PDRB per kapitanya menjadi kecil,’’ jelasnya.
Bahkan, lanjut dia, terjadi penurunan jumlah penduduk miskin di Kabupaten Ponorogo sebesar 8,14 ribu jiwa dari angka 89,94 ribu jiwa pada 2021 menjadi 81,80 jiwa pada 2022.
‘’Persentase penduduk miskin di Kabupaten Ponorogo mengalami penurunan dari 10,26 persen pada tahun 2021 menjadi 9,32 persen pada tahun 2022,’’ tegas Buyung
Dia menjelaskan, indeks kedalaman kemiskinan di Ponorogo juga menurun dari angka 1,08 menjadi 0,99. Sedangkan indeks keparahan kemiskinan ikut turun dari angka 0,18 pada tahun 2021 menjadi 0,16 pada tahun 2022.
Selama ini, BPS mengukur kemiskinan sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan (basic needs approach).
‘’Penduduk yang masuk dalam kategori miskin merupakan penduduk yang memiliki pengeluaran per kapita perbulan lebih kecil dari garis kemiskinan,’’ terangnya.
Sementara itu, pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Ponorogo tercatat 3,24 persen pada tahun 2022.
Pertumbuhan terjadi pada hampir semua lapangan usaha dengan pertumbuhan signifikan pada sektor transportasi dan pergudangan sebesar 18,30 persen, jasa lainnya sebesar 13,03 persen, industri pengolahan sebesar 11,05 persen, serta penyediaan akomodasi dan makan minum sebesar 7,46 persen./*Red