JURNAL3.NET / SURABAYA – Puluhan karyawan PT. Kasa Husada, salah satu BUMD milik Pemprov Jatim, berencana akan melaporkan direksi dan manajemen ke Aparat Penegak Hukum (APH) terkait dugaan penggelapan gaji karyawan, untuk potongan angsuran Bank BRI dan BPJS yang tidak dibayarkan.
Para karyawan mengaku siap menempuh jalur hukum karena memiliki bukti-bukti valid terkait dugaan pemotongan gaji oleh manajemen, dimana gaji karyawan yang memiliki hutang ke BRI dipotong tapi tidak disetorkan ke BRI sejak November 2021 silam.
Tercatat ada 5 orang yang seharusnya sudah selesai dengan tunggakan (angsuran) di BRI, tidak bisa mengambil jaminan yang diagunkan karena dianggap tidak melakukan pembayaran.
Bahkan, BRI Cabang Surabaya Tanjung Perak Unit Pabean, mengirim surat panggilan kepada karyawan untuk segera menyelesaikan kewajiban pembayaran yang belum dilakukan.
“Saya oleh BRI disuruh melunasi sisa kekurangan pembayaran dan bunga karena terlambat. Ya saya tidak mau, lha wong saya sudah membayar tiap bulan gaji saya dipotong. Malah saya oleh BRI disarankan untuk ambil utang lagi untuk menutup yang ini. Saya tidak mau,” ujar Musdelifah, karyawan bagian produksi yang sudah mengabdi selama 30 tahun, kepada jurnal3, Selasa (23/05/2023).
Keluhan senada juga dilontarkan oleh Sunarti (mengabdi 22 tahun), Surtarmi (mengabdi 25 tahun), dan Sumiatun (mengabdi 29 tahun).
Keempat pekerja di bagian produksi ini adalah nasabah BRI yang seharusnya sudah menyelesaikan angsuran di BRI.
Sementara Halimah, karyawan lain, yang juga memiliki angsuran di BRI, mengaku sejak November 2021, tidak pernah lagi menerima kitir (bukti dari BRI) sebagai tanda bukti angsuran sudah dibayar.
“Cuma terima slip gaji saja, dimana ada keterangan gaji saya dipotong untuk angsuran BRI, BPJS dan Jamsostek. Dengan saya tidak menerima kitir BRI, saya tahu kalau potongan gaji saya tidak disetorkan ke BRI,” ungkap Halimah.
Selain dugaan penggelapan pemotongan gaji, para karyawan juga mempersoalkan dugaan penggelapan potongan gaji untuk BPJS Kesehatan Jamsostek (BPJS Ketenagakerjaan), yang diduga juga tidak pernah dibayarkan ke pihak BPJS sejak Januari 2021.
Karena itu, sebanyak 138 karyawan PT Kasa Husada, saat ini status BPJS-nya adalah nonaktif (dibekukan). Sehingga jika ada karyawan PT Kasa Husada yang sakit, maka mereka akan diperlakukan sebagai pasien umum biasa.
“Kita bayar di rumah sakit. Nanti dirembes. Cuma ya itu, rembesnya lama sekali bisa sampai 6 bulan baru dirembes. Sampai ada karyawan teman kita meninggal karena tidak punya uang untuk berobat, ya karena BPJS kita tidak aktif,” ungkap Halimah.
Kepada jurnal3, para karyawan menyatakan sudah berulangkali menanyakan ke manajemen dan direksi, namun selalu tidak ada penyelesaian.
Karena itu, rencana untuk membawa persoalan ini ke jalur hukum dikarenakan sudah tidak ada jalan lain untuk menuntut hak mereka yang diduga disalahgunakan oleh manajemen.
“Kita sudah berulangkali menanyakan ini, baik ke pak Ade (manager keuangan) dan pak Agung Wibowo selaku direktur perusahaan. Mereka bilang nanti kalau dapat investor akan ditutup, jangan khawatir. Namun sampai sekarang tidak ada kejelasan,” ujar Musdelifah.
Sementara itu, Direktur PT Kasa Husada, Agung Wibowo, kepada jurnal3, Rabu (24/05/2023), menolak pihaknya disebut melakukan penggelapan.
Menurutnya, peristiwa yang dialami para karyawan dikarenakan cashflow perusahaan tidak mampu untuk membayar kebutuhan karyawan tersebut.
Agung mengakui memang ada pemotongan untuk angsuran karyawan yang memiliki tanggungan di BRI.
“Itu hanya untuk administrasi saja, tapi uangnya (secara fisik) tidak ada potongan. Kami sudah komunikasi dengan pihak BRI dan sudah dinyatakan kami ambil alih dan menjadi tanggung jawab perusahaan,” ujar Agung.
Menurut Agung, pihaknya tidak tinggal diam menyikapi masalah ini. PT Kasa Husada sudah melakukan inisiasi yang di-back up oleh holding yakni PT Panca Wira Usaha (PWU).
“Tadi pagi sudah rapat dengan pihak keuangan. BRI sangat kooperatif dan minggu depan akan kita undang,” lanjut Agung.
Menyikapi dugaan penggelapan BPJS Ketenagakerjaan (Jamsostek) dan BPJS Kesehatan, Agung menegaskan, tidak ada dana yang digelapkan dan diselewengkan.
“Memang tidak ada fisik uang yang tersisa setelah potongan yang tidak disetorkan. Semua bukti potongan sifatnya administratif untuk ketertiban dokumen keuangan. Karena itu nanti yang akan kita gunakan sebagai dasar pembayaran ke bank,” jelasnya.
“Jadi mohon maaf, tidak ada penyelewengan apalagi penggelapan. Karena tidak ada yang bisa diselewengkan apalagi digelapkan. Dan memang tidak cukup dana untuk bayar secara keseluruhan,” lanjut Agung.
“Termasuk kredit bank atas nama saya yang dananya dipakai Kasa Husada pun tidak diangsur oleh perusahaan karena memang dananya yang tidak cukup,” ungkap Agung.
Agung menyebut, meski karyawannya status BPJS-nya nonaktif, ia mengklaim sudah meng-cover persoalan kesehatan dengan cara rembes (diganti perusahaan).
“Berapapun kita cover,” tegas Agung.
Terkait rencana karyawan akan membawa persoalan potongan gaji itu ke ranah hukum, Agung menilai hal itu tidak perlu dilakukan.
“Saya himbau tidak perlu ke ranah itu. Kita sudah ambil alih. Insya Allah ini akan selesai dalam waktu dekat. Ayo kita dandani bareng-bareng,” pungkas Agung.
Untuk diketahui, PT. Kasa Husada Wira Jatim ini merupakan perusahaan yang berdiri pada 11 Juni 1926 oleh pengusaha Belanda dengan nama NV Verbandstoffen Fabriek Soerabaia yang memproduksi penghasil alat kesehatan.
Perusahaan menghasilkan produk-produk berbasis kapas dan kasa pembalut untuk keperluan alat kesehatan dan kosmetika./*Rizal Hasan