JURNAL3.NET / SURABAYA – Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Jatim dalam Audit Kecurangan (Fraud Audit) No: LAINV-316/PW13/5/2021, tanggal 10 Juni 2021 sudah merekomendasikan Gubernur Jatim, selaku pemegang saham PT Petrogas Jatim Utama (Perseroda) untuk tidak membagi “harta harun” sebesar Rp 262.737.043.479,00 – kepada PT Trimitra Bayany (TMB).
Dalam rekomendasinya, BPKP Jatim meminta Gubernur Jatim selaku pemegang saham PT PJU agar menginstruksikan Dirut PT PJU untuk melakukan tiga hal;
Pertama; Mengajukan gugatan melalui pengadilan untuk membatalkan KSO PT PJU dan PT TMB;
Kedua; Tidak membayarkan bagi hasil KSO kepada PT TMB sebelum ada putusan pengadilan;
Ketiga; Berkoordinasi dengan Aparat Penegak Hukum (APH) untuk memproses tindakan hukum lain yang diperlukan.
Jika nekat dicairkan, maka terdapat potensi kerugian keuangan negara sebesar Rp. 262.737.043.479,- dengan rincian: 1). Keuntungan atas Trading Gas sebesar Rp. 245.982.236.070,00; 2). Bagi hasil LPG Plant sebesar Rp. 16.754.807.409,00.
Kemudian, terdapat potensi kerugian lain atas penyerahan asset berupa pipa dan LPG Plant setelah masa Build Operate Transfer (BOT) selesai pada KSO PT PJU dan PT TMB.
Apalagi, hingga kini belum ada putusan final dari pengadilan yang menetapkan status dari dana “harta karun” itu.
Hal itu dikarenakan, hingga kini belum ada putusan final dari pengadilan soal kejelasan soal pembagian “harta karun” tersebut.
Pihak PT PJU hingga kini melakukan perlawanan tingkat kasasi pasca putusan perdata nomor perkara: 731/Pdt.G/2021/PN.Jkt.Sel di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada 30 Maret 2022, dan putusan Pengadilan Tinggi yang menguatkan putusan pertama, yakni tidak berwenang mengadili perkara ini.
Meski Gubernur Jatim sudah di-warning oleh BKP Jatim, tetap saja ada upaya-upaya dari beberapa kelompok tertentu untuk mencairkan dana ini.
Bahkan, kabarnya Pemprov Jatim sebagai pemilik saham (99%) PT PJU pada tahun 2022 silam, dikabarkan pernah mendesak PT PJU agar dana itu segera dicairkan.
Iwan, S.HUT, mantan Kepala Biro Perekonomian Pemprov Jatim (kini Kadisperindag Provinsi Jatim-red), dikonfirmasi Jurnal3, Jumat (4/8/2023), tentang kabar itu, dengan tegas membantahnya.
Menurutnya, tidak benar kalau Pemprov Jatim meminta PT PJU untuk mencairkan dana itu.
Diungkapkan Iwan, saat itu dirinya memang mendengar dan mendapat penjelasan dari direksi PT PJU terkait sengketa dengan PT TMB.
“Saya mendengar dan mendapat penjelasan. Tapi tidak ada niat Pemprov Jatim untuk meminta dana itu dicairkan. Nggak berani kita, apalagi kan belum ada putusan hukum di pengadilan,” ujar Iwan.
Keputusan BPKP Jatim membuat rekomendasi ke Gubernur Jatim untuk tidak membayarkan bagi hasil ke PT TMB dikarenakan ada temuan dan penyimpangan yang mengarah pada terjadinya potensi kerugian keuangan negara.
Diantaranya; PT PJU dan PT Manhattan Capital (PT MC) sejak 2008 melakukan joint venture dengan menggunakan PT Andalan Bumi Karsa (PT ABK) untuk mendapatkan Quota/Alokasi gas dari PCK2L.
Kemudian pada 2010, PT PJU melakukan MoU dengan PT TMB atas obyek yang sama.
Lantas pasca terjadi penolakan pelimpahan hak dan kewajiban PT PJU pada PT ABK oleh BP Migas tanggal 6 Agustus 2012, maka dibentuk Kerjasama Operasi (KSO) antara PT PJU dan PT TMB.
Juga temuan kalau pembentukan KSO itu tidak melalui persetujuan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) di PT PJU.
Laporan BPKP Jatim itu menyebut hal ini tidak memenuhi prinsip kerjasama dengan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD).
Kejanggalan lain dalam temuan audit BPKP Jatim yaitu terdapat sebanyak empat (4) versi Perjanjian KSO, yakni Versi Satu tanggal 10 Desember 2012, Versi Dua tanggal 10 Desember 2012,Versi 3 tanggal 10 September 2012 dan Versi Empat tanggal 14 September 2012.
BPKP Jatim dalam laporannya menyebut, tidak jelas Perjanjian KSO mana yang seharusnya berlaku.
Bahkan diketahui, Perjanjian Versi Dua dan Versi Tiga dibuat mundur ke belakang (backdate).
Juga ditemukan fakta tentang Perjanjian KSO Versi Dua dan Versi Tiga yang terbukti mengandung fraud (kecurangan).
Kedua perjanjian itu dibuat untuk menutupi ketidakmampuan PT TMB dalam memenuhi kewajibannya sesuai KSO Versi Satu.
Karena PT TMB tidak bisa memenuhi kewajibannya, maka PT PJU kemudian melaksanakan kegiatan di KSO secara sendiri.
Diantaranya pembangunan dan pengoperasian pipa gas dari Onshore Receiving Facilities (OFR) di Maspion Manyar hingga ke Pembangkit Jawa-Bali di UP Gresik lewat kerjasama dengan PT Triguna Internusa Pratama (PT TIP).
Juga kerjasama dengan PT Arsynergy Resources (PT ARSR) untuk pembangunan dan pengoperasian LPG Plant. Termasuk pembiayaan Standby Letter of Credit (SBLC) via Bank Mandiri, biaya pra operasi, signature bonus dan bank garansi.
Hasil analisa dan pendapat hukum (legal opinion) Kejaksaan Tinggi Jatim Nomor: B-4593/0.5/Gs/09/2018 dan Audit Investigatif Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Jatim Nomor: LAINV-316/PW13/5/2021, kompak menyebut perjanjian kerjasama (KSO) PT Petrogas Jatim Utama (Perseroda) danPT Trimitra Bayany (TMB), tidak jelas dasar hukumnya.
Akibatnya, “harta karun” sebesar Rp 262.737.043.479,00 – yang kini tersimpan di rekening PT PJU, terancam tak bisa dicairkan hingga waktu yang tidak terbatas.
Kejaksaan Tinggi Jatim dalam legal opinion (LO) yang ditandatangani Kepala Kejaksaan Tinggi Jatim, Dr Sunarta, SH, MH, menyarankan agar dilakukan permohonan pembatalan perjanjian kepada pengadilan, baik dengan alasan subyektif dan alasan obyektif perjanjian yang tidak terpenuhi.
Legal Opinion (LO) Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa Timur Nomor: B-4593/0.5/Gs/09/2018, tanggal 24 September 2018, yang diperoleh Jurnal3, dengan tegas menyebut: Perjanjian KSO antara PT TMB dan PT PJU DAPAT DIBATALKAN atau BATAL DEMI HUKUM.
Legal Opinion dari Kejati Jatim itu menjelaskan temuan dan fakta-fakta, dimana disebutkan beberapa hal, yakni perjanjian KSO PT TMB dan PT PJU yang tertuang dalam perjanjian belum memenuhi dan tidak mempunyai kekuatan hukum sehingga BATAL DEMI HUKUM atau DAPAT DIBATALKAN.
Lalu, disebutkan, tidak ada peran PT TMB atas pelaksanaan jual-beli gas dengan PCK2L baik soal pendanaan atau upaya-upayanya, sehingga jika melihat hak antara kedua belah pihak dalam perjanjian KSO dan manfaat, maka dapat disimpulkan TIDAK MEMENUHI PRINSIP KEADILAN dari tinjauan hak dan manfaat;
Kemudian, dalam perjanjian KSO, pihak PT TMB tidak melaksanakan prestasi apapun, sehingga dalam pengertian pengembalian segala sesuatu yang telah diberikan atau dibayar sebagaimana dalam pasal 1341 KUH Perdata, PT PJU tidak perlu melaksanakannya.
Seperti diberitakan sebelumnya, Audit Investigatif Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan Jawa Timur, menyebut potensi kerugian negara di sengketa “harta karun” PT Petrogas Jatim Utama (Perseroda) dan PT Trimitra Bayany (TMB), mencapai Rp 262.737.043.479,00-.
Untuk diketahui, dana sebesar itu merupakan hasil usaha di proyek quota /alokasi gas dari Produksi Petronas Carigali Ketapang II Limited (PCK2L), tahun 2012 silam.
Nilai potensi kerugian negara itu tertuang dalam Audit Investigatif atas Pembentukan & Pelaksanaan Perjanjian KSO PT Petrogas Jatim Utama (PJU) dan PT Trimitra Bayany), Nomor: LAINV-316/PW13/5/2021, tanggal 10 Juni 2021, yang diterbitkan BPKP Perwakilan Jawa Timur.
Dari hasil audit BPKP Jatim itu ditemukan beberapa penyimpangan yang bisa mengakibatkan terjadinya potensi kerugian negara jika ada usaha-usaha untuk mencairkan dana ratusan miliar itu, termasuk kemungkinan melalui skema B to B (Business to business), sebagai salah satu opsi penyelesaian sengketa bagi hasil PT PJU dan PT TMB.
Pihak PT PJU hingga kini belum memutuskan apakah akan membuka peluang renegosiasi dengan PT TMB sesuai isi Perjanjian KSO atau mengikuti Legal Opinion (LO) Kejaksaan Tinggi Jatim, dimana Perjanjian KSO itu dinyatakan tidak mempunyai kekuatan hukum sehingga batal demi hukum atau dapat dibatalkan.
“Terkait hal itu, PJU telah melakukan upaya hukum melalui tim hukum yang ditunjuk. Semoga semuanya berjalan dengan baik, “ ujar Agus Edi, Sekretaris Perusahaan PT PJU. /*Rizal Hasan (bersambung)
Baca juga: https://jurnal3.net/2023/07/27/ada-potensi-kerugian-negara-di-harta-karun-pt-petrogas-jatim-utama/