JURNAL3.NET / SURABAYA – Pemerintah Provinsi Jatim melalui Dinas Perhubungan disinyalir sedang mempersiapkan skenario pelimpahan aset (inbreng) di Pelabuhan Probolinggo senilai Rp 279 miliar ke salah satu BUMD miliknya.
Langkah ini diduga sebagai “Emergency Exit” dari persoalan dugaan sejumlah pelanggaran administrasi (Fraud) atas pembangunan dan pengembangan infrastruktur/fasilitas yang dilakukan tanpa izin Kementerian Perhubungan RI.
PT Petrogas Jatim Utama (PJU) Perseroda, adalah BUMD milik Pemprov Jatim, yang akan menerima aset inbreng senilai Rp 279 Miliar tersebut.
Temuan investigasi Jurnal3, diketahui bahwa skenario pelimpahan aset Rp 279 Miliar di Pelabuhan Probolinggo itu tertuang dalam surat Dinas Perhubungan Jatim kepada Pemprov Jatim, tanggal 23 Juni 2023, Perihal Tindak Lanjut Usulan Penyertaan Modal Aset Milik Pemprov Jatim di Pelabuhan Probolinggo, yang ditandatangani secara elektronik (barcode) oleh Kadishub Jatim, Nyono.
Dari surat tersebut terungkap bahwa semua pembangunan fasilitas dan infrastruktur di Pelabuhan Probolinggo dilakukan oleh Pemprov Jatim melalui Dinas Perhubungan Jatim, menggunakan uang negara tahun anggaran 2016 s/d 2022.
Lalu, disebutkan pula, pembangunan infrastruktur/fasilitas itu dilakukan di kawasan Terminal Umum PT Delta Artha Bahari Nusantara (DABN) dan saat ini dimanfaatkan oleh DABN dan tercatat sebagai aset yang dikonsesikan namun belum diserahterimakan dalam bentuk penyertaan modal ke PT Petrogas Jatim Utama, yang merupakan induk PT DABN.
Juga disebutkan, harus dilakukan penyertaan modal berupa aset tersebut ke PT Petrogas Jatim Utama untuk kemudian diteruskan ke PT DABN.
Jika ini terjadi, maka semua beban dugaan Fraud Administrasi akibat pembangunan dan pengembangan infrastruktur/fasilitas di Pelabuhan Probolinggo akan berpindah dan menjadi tanggung jawab si penerima aset.
Pihak Dinas Perhubungan Jatim sendiri hingga kini tidak bisa dimintai konfirmasi dan penjelasan terkait dugaan Fraud Administrasi dan rencana penyertaan modal berupa aset senilai Rp 279 miliar tersebut.
Kadishub Jatim Nyono sudah tidak bisa dikonfirmasi untuk dimintai penjelasan dan klarifikasi karena nomor Jurnal3 sudah diblokir oleh yang bersangkutan beberapa waktu lalu.
Konfirmasi terakhir kepada Jurnal3, terjadi pada Minggu (24/12/2023), dimana Nyono mengklaim pembangunan dan pengembangan infrastruktur termasuk Dermaga di Pelabuhan Probolinggo, bisa dilakukan tanpa menunggu izin Direktorat Jenderal Perhubungan Laut.
Menurut Nyono saat itu, sesuai UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah, Pasal 27 ayat (3), bahwa Kewenangan Daerah Provinsi untuk mengelola sumber daya alam di laut paling jauh 12 mil laut diukur dari garis pantai ke arah laut lepas dan/atau ke arah perairan kepulauan.
Dengan dasar itu, Nyono menegaskan, pembangunan dan pengembangan infrastruktur termasuk dermaga di wilayah kewenangan Provinsi Jatim tidak memerlukan izin, tapi hanya persetujuan dari Dirjen Hubla.
“Jadi bukan izin, tapi persetujuan. Karena beda ya izin dan persetujuan,” tegas Nyono.
Sementara definisi izin dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), adalah bentuk baku yang berarti pernyataan untuk mengabulkan yang berarti tidak melarang atau persetujuan membolehkan.
Terpisah, Direktur Utama PT Petrogas Jatim Utama (PJU), Dwi Budi Sulistyana, kepada Jurnal3, Rabu (17/01/2024), menegaskan, pihaknya memiliki sikap menyikapi skenario inbreng atas aset Pelabuhan Probolinggo senilai Rp 279 miliar tersebut.
Dwi Budi menyatakan, selama peraturannya memenuhi persyaratan, PT PJU akan menerima.
“Selama itu memenuhi regulasi dan compliance,” ujar Dwi Budi.
Namun, merujuk pada temuan dan fakta-fakta di lapangan, skenario Penyertaan Modal Aset Milik Pemprov Jatim di Pelabuhan Probolinggo ke PT PJU itu hampir bisa dipastikan tidak memenuhi regulasi dan compliance, sehingga disinyalir bukan jadi perkara mudah untuk dilaksanakan.
Ini karena pembangunan dan pengembangan Pelabuhan Probolinggo oleh Pemprov Jatim melalui Dinas Perhubungan Jatim, ternyata tidak memiliki izin/persetujuan dari Direktorat Jenderal Perhubungan Laut RI, apalagi belum dimilikinya Rencana Induk Pelabuhan (RIP) sebagai syarat utama.
Kepastian tidak dimilikinya RIP, diketahui dari dikembalikannya dokumen Rencana Induk Pelabuhan oleh Direktorat Jenderal Perhubungan Laut (Dirjen Hubla) kepada Dishub Jatim melalui Kepala Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan (KSOP) Kelas IV Probolinggo .
Data yang diperoleh Jurnal3, dalam surat Nomor: 17/1/OP-24, perihal Evaluasi Perbaikan Dokumen Rencana Induk Pelabuhan (RIP) Probolinggo, tanggal 5 Januari 2024, dan ditandatangani Direktur Kepelabuhanan Muhammad Masyhud.
Di surat Dirjen Hubla itu terungkap, bahwa dokumen RIP yang dikirimkan Dishub Jatim melalui KSOP Probolinggo melalui surat Nomor: AI.306/283/11/KSOP.Pbl/2023, tanggal 20 Desember 2023 lalu, dikembalikan karena diperlukan perbaikan.
Dalam Peraturan Menteri Perhubungan (Permenhub) No.50 Tahun 2021 tentang Pengembangan Pelabuhan, Pasal 65 ayat (1) “Pengembangan Pelabuhan hanya dapat dilakukan berdasarkan Rencana Induk Pelabuhan Nasional (RIPN) dan Rencana Induk Pelabuhan (RIP).”
Sementara di ayat (4) disebutkan: “Pengembangan Pelabuhan Laut yang dilaksanakan oleh Instansi Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b dan huruf c WAJIB memperoleh persetujuan dari Menteri.”
Selanjutnya di ayat (5): “Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf c dan ayat (4) mendelegasikan kewenangannya kepada Direktur Jenderal. “
Dengan demikian, hampir bisa dipastikan, pembangunan dan pengembangan infrastruktur/fasilitas di Pelabuhan Probolinggo oleh Pemprov Jatim melalui Dinas Perhubungan Jatim senilai Rp 279 miliar, selama ini dilaksanakan tanpa RIP dan izin/persetujuan dari Direktorat Jenderal Perhubungan Laut – Kementerian Perhubungan RI. /*Rizal Hasan