JURNAL3.NET / SURABAYA – Aksi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggeledah kantor Biro Kesejahteraan Sosial Pemprov Jatim, guna mencari alat bukti tambahan terkait penyelewengan dana hibah pokir DPRD Jatim, adalah bukti lemahnya monitoring dan evaluasi Gubernur Jatim soal pemberian dana hibah ke masyakat.
Gubernur dan Wakil Gubernur Jatim didesak untuk meminta maaf ke publik Jawa Timur atas kegagalan mereka dalam memberikan dan membagikan dana hibah sesuai peraturan perundangan yang berlaku.
Hal itu ditegaskan oleh Dr Basa Alim Tualeka, pengamat kebijakan publik. Kepada Jurnal3, Minggu (18/8/2024), menegaskan, dalam hal dugaan penyelewengan dana hibah di DPRD Jatim, Gubernur Jatim bisa dimintai pertanggungjawaban secara hukum karena Gubernur adalah pembuat kebijakan dan penanggung jawab utama atas pelaksanaan anggaran.
“Ini didasarkan pada asas vicarious liability, dimana pemimpin dapat dimintai pertanggungjawaban atas tindakan bawahan yang berada di bawah kendalinya, terutama jika kebijakan itu mengakibatkan kerugian negara,” ujar Alim.
Menurut Alim, dalam kasus dana hibah pokir ini, anggota dewan hanya sebatas sebagai aspirator. Semua permohonan hibah secara administrasi ditujukan kepada Gubernur, yang juga bertindak selaku verifikator.
Dijelaskan, dalam hal dana hibah yang disalurkan Pemprov Jatim, maka Gubernur harus bisa memastikan kebijakan dana hibah disusun dengan tepat, mencakup kriteria penerima, alokasi anggaran dan tujuan yang ingin dicapai.
Gubernur itu, kata Alim, bertanggungjawab memastikan setiap rupiah dari dana hibah digunakan untuk kepentingan publik sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan, serta mencegah terjadinya penyalahgunaan dana.
“Gubernur dan Wakil Gubernur itu dipilih oleh rakyat dan tanggung jawabnya ke rakyat. Kalau kepala dinas atau kepala OPD itu yang milih Gubernur dan mereka bertanggungjawabnya ke Gubernur bukan ke rakyat. Jadi, dengan kasus dana hibah ini, maka wajib Gubernur dan Wakil Gubernur meminta maaf ke publik secara terbuka, meminta maaf kepada rakyat yang memilihnya,” tegas Alim.
Alim mengingatkan, jangan sampai publik Jawa Timur yang disuguhi informasi soal penyalahgunaan dana hibah ini meminta tanggung jawab Gubernur melalui mekanisme pengadilan.
“Pengadilan dalam sistem hukum kita berfungsi sebagai penjaga terakhir dari akuntabilitas pemerintah. Jika ada kebijakan yang dianggap merugikan atau melanggar hukum, publik bisa mengajukan gugatan ke PTUN. Ini memastikan bahwa tidak ada pejabat atau badan yang kebal dari tanggung jawab hukum,” ujar Alim.
Seperti diberitakan, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan penggeledahan di kantor Biro Kesra Sekretariat Daerah (Setda) Pemprov Jatim lantai V, di Jl, Pahlawan Surabaya, Jumat (16/8/2024) lalu, guna mencari bukti lain terkait penyelewengan dana hibah.
Selain Wakil Ketua DPRD Jatim, Sahat Tua Simanjuntak sudah menjadi terpidana, KPK selanjutnya menetapkan 21 tersangka baru yang selanjutnya akan menjalani proses hukum di KPK.
Ke-21 tersangka diduga diantaranya Kusnadi (Ketua DPRD Jatim), Achmad Iskandar (Wakil Ketua DPRD Jatim), Anwar Sadad (Wakil Ketua DPRD Jatim), Mahhud (anggota DPRD Jatim), Fauzan Adima (Wakil Ketua DPRD Sampang), Jon Junadi (Wakil Ketua DPRD Probolinggo), Abdul Mottollib (Ketua DPC Gerindra Sampang), Mochamad Mahrus (Bendahara DPC Gerindra Probolinggo).
Selanjutnya diduga ada nama-nama Bagus Wahyudyono, Jodi Pradana Putra, Hasanuddin, Sukar, A Royan, Wawan Kritiawan, Ahmad Jailani, Mashudi, Ahmad Affandy, Ahmad Heriyadi, Achmad Yahya M, RA Wahid Ruslan, dan M Fathullah. /* Rizal Hasan