Kadis Kominfo Jatim Bahas Migrasi TV Analog ke TV Digital di RRI

Kepala Dinas Kominfo Provinsi Jawa Timur, Hudiyono (kiri) bersama pakar ilmu komunikasi Universitas Dr. Soetomo, Redi Panuju (kanan) saat menjadi pembicara dialog interaktif di Stasiun RRI Surabaya./*Foto KominfoJatim

JURNAL3.NET / SURABAYA – Kepala Dinas Komunikasi dan Informatika Provinsi Jawa Timur, Hudiyono, hadir sebagai pembicara dalam program dialog interaktif  ‘Lintas Surabaya Pagi’ di Stasiun Radio Republik Indonesia (RRI) Surabaya, pada Senin (7/11/2022).

Dialog interaktif yang mengupas tentang ‘Polemik Migrasi TV Analog ke TV Digital’ ini, menyusul kebijakan pemerintah terkait migrasi TV analog ke TV digital.

Kadis Kominfo Provinsi Jawa Timur, Hudiyono, menyampaikan, tahun 2022 ini merupakan momen yang sangat interaktif karena pemerintah mendorong masyarakat untuk bermigrasi atau berpindah dati menggunakan TV analog ke TV digital.

“Sebenarnya Kemenkominfo berharap adanya ASO (Analog Switch Off)  dari April tahun ini. Namun setelah dievaluasi, menyimpulkan bahwa Jawa Timur masih belum memungkinkan untuk dilaksanakan. Begitupun pada 2 November kemarin juga belum siap, baik dari TV penyelenggaranya maupun peralatannya Set Top Box,” ungkap Hudiyono.

Dikatakannya, Dinas Kominfo Provinsi Jawa Timur berperan dalam menyosialisasikan secara masif, tetapi membutuhkan kolaborasi dari banyak pihak agar ASo ini berjalan lancar.

Dijelaskan Hudiyono, ada perbedaan antara TV analog dengan TV digital. TV digital adalah siaran yang menggunakan modulasi sinyal digital dan sistem kompresinya mampu menghadirkan kualitas gambar yang bersih, suara yang lebih jernih dan canggih teknologinya bagi masyarakat.

Siaran TV digital akan menggantikan siaran TV analog yang telah mengudara hampir selama 60 tahun. Siaran digital hanya dapat ditangkap oleh pesawat TV digital, atau dengan peralatan Set Top Box bagi yang pesawat televisinya masih analog.

Dikatakan Hudiyono, TV digital bukan smart TV. Tetapi TV digital bisa menangkap siaran streaming melalui jaringan internet.

TV digital juga bukan TV yang menangkap siaran satelit melalui parabola, dan bukan pula merupakan siaran televisi kabel yang berbayar, melainkan siaran TV yang bisa menghemat sinyal frekuensi di udara.

“Dengan teknologi siaran digital, masyarakat perlu tahu bahwa teknologi siaran digital menghemat lalu lintas frekuensi gelombang elektromagnetik yang ada di udara sehingga bisa dimanfaatkan untuk memperkuat jaringan internet. Selain itu siaran TV digital ini menyediakan banyak channel,” jelas Hudiyono.

Terkait perkembangan pemberian fasilitas Set Top Box (STB) kepada masyarakat berpenghasilan rendah, Hudiyono, menyampaikan bahwa data masyarakat berpenghasilan rendah yang mendapatkan STB dipastikan sudah sama dengan yang ada di kecamatan.

Masyarakat bisa cek apakah mendapatkan bantuan STB dari pemerintah atau tidak, atau ingin  pengajuan STB secara mandiri bisa melalui  website https://cekbantuanstb.kominfo.go.id. Masyarakat juga dapat menghubungi call center 159,  atau mendatangi posko respon cepat penanganan bantuan STB dengan membawa KTP dan KK asli.

Menurut Hudiyono,  berdasarkan data Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID),  saat ini ada satu TV nasional dan empat TV lokal yang telah berjaring ke TV digital. Menurut data KPID pula terdapat 11.565 STB yang siap didistribusikan ke Jatim.

Sementara menurut Pakar ilmu komunikasi Universitas Dr. Soetomo, Redi Panuju, TV digital memberikan masyarakat banyak pilihan channel, ini merupakan asas demokrasi dalam penyiaran.

“Kalau dulu satu frekuensi hanya untuk satu stasiun sekarang bisa ditempati beberapa stasiun. Persoalannya adalah sekarang memang masih dibutuhkan waktu untuk adaptasi atau pergeseran dari paradigma yang disebut analog ke digital,” kata Redi.

Redi mengatakan, untuk peralihan siaran digital  ini, yang diberhentikan tidak hanya siarannya saja, tetapi produksi televisinya.

“Di program digitalize, yang cut off itu mestinya bukan sistem penyiarannya saja tapi juga produksi hardware-nya, kalau ingin percepatan ya harus dipaksa masyarakat. Kalau di pasaran tidak ada lagi produksi TV analog kan masyarakat jadi tidak beli,”ujar Redi. /*Red

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 5 seconds