JURNAL3 | Pengusaha Indonesia Hary Tanoesoedibjo mengatakan masih terlalu pagi memutuskan akan bertarung atau tidak dalam pemilu tahun 2019.
“Jadi terlalu pagi untuk memutuskan sekarang. Mungkin pada semester kedua tahun 2018 saya baru memutuskan akan maju atau tidak,” kata Hary kepada VOA.
Selain berbisnis, Hary Tanoesoedibjo juga terjun ke dunia politik. Dia pernah bergabung dengan Partai Nasdem pada Oktober 2011, sebelum mengundurkan diri dua tahun kemudian karena perbedaan pandangan mengenai struktur kepengurusan partai.
Dia kemudian sempat menjadi anggota Partai Hanura dan berpasangan dengan Wiranto sebagai calon wakil presiden pada pemilu tahun 2014. Namun setahun kemudian, tepatnya pada 7 Februari 2015, pengusaha ini mengumumkan partai politik baru yaitu Partai Persatuan Indonesia atau Perindo.
Dalam wawancara itu, Hary menjelaskan, Indonesia memerlukan pemimpin yang mengerti dan bisa menyelesaikan masalah.
Memberi solusi bagaimana tingkat perekonomian bisa tumbuh pesat tapi pada saat bersamaan tidak menambah kesenjangan sosial.
“Jadi artinya masyarakat bawah bisa terangkat kesejahteraannya. Kemudian bagaimana mempercepat pendidikan, meningkatkan lapangan kerja, apalagi karena kita memiliki angkatan kerja muda yang besar dan perlu lapangan kerja. Pemberantasan korupsi, penegakan hukum, melawan narkoba, juga pertahanan keamanan. Kalau saya melihat ada calon pemimpin pada 2019 yang mampu meyakinkan bisa mengatasi hal tadi, saya lebih baik mendukung yang bersangkutan. Tapi jika tidak ada, mungkin saya akan maju,” katanya.
Hary hadir di acara pelantikan Trump karena kedekatan bisnis. Presiden komisioner Media Nusantara Citra atau MNC yang membawahi empat stasiun televisi berskala nasional itu mengatakan diundang untuk mengikuti seluruh acara, mulai dari konser hingga pesta pelantikan.
“Saya diundang dalam kapasitas sebagai partner karena ada proyek yang kita kerjakan di Bogor dan Bali. Saya diundang di semua acara, mulai dari kemarin di welcome concert, swearing in, parade, dinner dan after party,” jelasnya.
Hary Tanoe, adalah pengusaha terkaya ke-29 di dunia versi majalah Forbes itu, menampik anggapan bahwa bahwa kehadirannya atau bisnis yang dijalinnya sejak lama dengan Donald Trump akan memicu konflik kepentingan.
“Saya rasa tidak karena kerjasama ini sudah terjadi sejak ia belum mencalonkan diri sebagai calon presiden, kecuali jika ketika itu ia sudah mencalonkan diri sebagai presiden atau memenangkan pemilu dan baru dirancang kerjasama baru, nah itu baru ada konflik kepentingan. Apalagi beliau memutuskan anak-anaknya yang akan melanjutkan bisnisnya. Sejak jadi presiden pun ia sudah memutuskan tidak ada bisnis baru yang dilakukan oleh organisasi Trump,” tambahnya.
Hary mengatakan telah menandatangani kesepakatan bisnis dengan Donald Trump pada awal 2015 atau jauh sebelum pemilu Amerika.
Kesepakatan itu mencakup pembangunan dua resor di Bogor dan Bali, yang akan dikelola oleh Trump Hotel Collection, yang berada di bawah payung Trump Organization. MNC telah menanamkan investasi antara US$ 500 juta hingga satu miliar dolar untuk pembangunan kedua resor yang diperkirakan akan siap beroperasi pada awal tahun 2019.
“Kami tidak menambah satu proyek baru pun ketika Trump memutuskan akan bertarung dalam pemilu. Jadi saya rasa tidak ada konflik kepentingan disini,” ujar Hary.@voa