Saksi Kunci Sebut BBM Hasil Penggelapan Dijual ke PT Bahana Line

JURNAL3.NET / SURABAYA – Saksi kunci yang juga salah satu terdakwa kasus penggelapan pasokan BBM untuk kapal-kapal PT Meratus Line, Edi Setyawan, membeberkan sejumlah fakta krusial pada persidangan lanjutan di Pengadilan Negeri Surabaya, Senin (6/2/2023).

Tidak hanya mengungkap gamblang cara penggelapan BBM, Edi juga menegaskan bahwa BBM hasil penggelapan dijual kembali ke perusahaan pemasok, yakni PT Bahana Line.

Edi mengungkapkan peran PT Bahana Line tersebut saat menjelaskan pertanyaan penasehat hukum salah satu terdakwa tentang penentuan harga penjualan BBM hasil dari praktik penggelapan tersebut.

“Proses saya dan kawan-kawan jual BBM kepada vendor PT Bahana Line dengan harga Rp 2.700 per liter untuk periode 2016 – 2019, Rp 2.300 sampai Rp 2.500 untuk 2020 – 2021, dan setelah itu Rp 2.750 per liter,” ujar Edi mengonfirmasi bukti catatan yang disita penyidik.

Edi mengatakan bahwa penjualan ke PT Bahana Line dilakukan melalui perantara staf operasional Dody Teguh Perkasa dan David Ellis Sinaga.

Namun, lanjutnya, penentuan berapa harga beli PT Bahana Line untuk BBM hasil penggelapan itu diputuskan oleh atasan keduanya, yakni M Halik.

“Kalau harga Dody dan David tidak bisa mutusin. Yang mutusin Halik,” ujarnya.

Melalui Dody dan David juga Edi selama ini menerima uang dari PT Bahana Line hasil penjualan BBM yang digelapkan.

Kata Edi, pembayaran lebih sering diberikan secara tunai di kantor PT Bahana Line atau di sekitarnya.

“Transfer jarang. Lebih sering tunai. Saya ambil di depan Kantor PT Bahana Line. Di (Jalan) M Nasir itu,” ujarnya.

“Kalau pas malam terimanya di dalam kantor,” tambah Edi.

Pada persidangan tersebut, Edi juga mengungkap bahwa tidak seluruh jumlah BBM yang dipesan PT Meratus Line ke PT Bahana Line diisikan ke tangki kapal PT Meratus Line.

Edi mencontohkan, dari PO sebanyak 100 kilo liter, hanya sekitar 80 kilo liter yang diisikan ke tangki kapal PT Meratus Line.

“BBM dipompa dari tangki tanker (tongkang PT Bahana Line) melewati flow meter (alat ukur) ke tangki kapal Meratus. Kalau sudah terisi 80 kilo liter, pompa dihentikan kemudian selang dipindah, diarahkan ke tangki tanker Bahana,” jelas Edi.

Menurut Edi, praktik itu sulit dideteksi pihak kantor PT Meratus Line karena meskipun BBM dipompakan kembali ke tangki tongkang PT Bahana Line namun tetap melewati alat ukur volume atau massa BBM, yakni mass flow meter (MFM).

Edi adalah karyawan outsourcing PT Meratus Line yang bertugas sebagai sopir pengangkut alat ukur MFM.

Mendengar penjelasan gamblang Edi, Ketua Majelis Hakim Sutrisno sempat spontan menyebut bahwa mungkin BBM yang digelapkan itu setelah dijual ke PT Bahana Line kemudian dijual kembali oleh PT Bahana Line ke PT Meratus Line.

Edi hanya mengangguk-anggukkan kepala mendengar komentar spontan sang hakim.

Isu mafia penggelapan BBM yang menyasar pasokan BBM untuk kapal-kapal PT Meratus Line muncul setelah PT Meratus Line melaporkan ke Polda Jatim pada Februari 2022 tentang dugaan penggelapan BBM jenis MFO dan HSD yang dipasok oleh PT Bahana Line dan PT Bahana Ocean Line.

Sebulan kemudian, Maret, kasus ditingkatkan ke tahap penyidikan dan sebanyak 17 orang ditetapkan sebagai tersangka yang kini telah berstatus sebagai terdakwa.

Praktik penggelapan BBM yang dipasok oleh PT Bahana Line dan PT Bahana Ocean Line ini diduga telah berlangsung selama 7 tahun sejak 2015 hingga Januari 2022.

Kerugian yang ditanggung PT Meratus Line diperkirakan mencapai Rp 500 miliar lebih.

Dengan jumlah BBM yang digelapkan mencapai jutaan kilo liter, mustahil para terdakwa dapat menjalankan operasinya tanpa dukungan dari pihak yang memiliki sumber daya finansial serta infrastruktur memadai untuk mengangkut dan menjual kembali BBM hasil penggelapan.

Terlebih, MFO (marine fuel oil) tidak mungkin dijual ke nelayan yang menggunakan kapal-kapal yang tidak bisa mengonsumsi MFO.

Selain itu, perahu nelayan hanya bisa menampung puluhan liter saja sehingga dibutuhkan ribuan kapal nelayan untuk menampung BBM  yang digelapkan dengan kisaran volume 700.000 hingga 1 juta liter per bulan.

Sebanyak 17 terdakwa sebenarnya adalah para pelaku lapangan dengan Edi Setyawan berperan sebagai penghubung antar kelompok pelaku.

Mereka terdiri dari 5 karyawan PT Bahana Line, 2 karyawan outsourcing PT Meratus Line, dan 10 karyawan PT Meratus Line.

Terdapat satu pihak di belakang mereka yang membuat praktik penggelapan dapat berlangsung lama tanpa mudah terendus dengan BBM yang digelapkan dalam jumlah yang sangat besar.

Pada September 2022 lalu, Direskrimum Polda Jatim Kombes Pol Totok Suharyanto telah menandatangani surat perintah penyidikan (Sprindik) baru yang merupakan pengembangan dari perkara yang menyeret 17 orang tersebut.

Sprindik baru itu diduga merupakan upaya pihak kepolisian mengungkap tuntas mafia BBM laut ini dengan menjerat aktor yang ada di belakang para pelaku lapangan tersebut./*Red

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 5 seconds