JURNAL3.NET / JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berkomitmen menuntaskan perkara dugaan suap bekas Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkumham) Edward Omar Sharif Hiariej atau Eddy Hiariej yang sampai saat ini dinilai mandek.
Padahal laporan yang diberikan kepada KPK RI dapat ditindaklanjuti karena ada alasan ambigu yang berubah. Berdasarkan laporan yang masuk dari salah satu lembaga terhadap aliran dana korupsi sebesar Rp 7 Miliar yang diduga melibatkan Wamenkumham Eddy Hiariej.
Pertama, Wamen yang rekomendasikan yoshi sebagai kuasa hukum awal. Tapi uangnya dikirim ke rek. Yogi. Yosi yang bekerja tapi yogi yang menerima. Yogi adalah aspri melekat pada wamen dan bendahara umum PELTI (Persatuan Tenis Seluruh Indonesia) dimana Wamen jadi Ketua Umum. Pengusaha HH yang diminta uang bilang bulshit klo wamen tidak terima sepeserpun. Kelas yosi sebagai advokat nyaris tak terdengar. Reputasinya dipublik nyaris tak terdengar. Jasa hukumnya Rp 7 miliar perlu dipertanyakan. Tentunya KPK RI perlu menelusuri aliran dana dari rek Yogi.
Kedua, Dana Rp 3 miliar itu bukan jasa hukum itu diduga diminta Wamen kepada HH dalam urusan pengesahan badan hukum PT. CLM. Uang diserahkan pada Yogi bukan pada Yosi. Sedangkan Yogi bukan pengacara dan pengakuannya Yogi berhutang. Dengan ada pengembalian uang Rp 7 Miliar kepada PT CLM.
Penyidikan ulang dan penerbitan sprindik baru jangan berlarut-larut, apalagi kesan yang terjadi KPK RI sangat lambat. Tambahkan. KPK RI dengan UU KPK telah memiliki wewenang luar biasa untuk membuka dan melanjutkan kembali penyidikan atas nama TSK Eddy Hiariej tanpa hambatan. Meskipun praperadilan wamenkumham menang, namun kebenaran bahwa adanya dugaan korupsi tidak bisa ditutupi. Ibaratkan peribahasa “Serapat-rapat menyimpan bangkai pasti tercium juga”.
Penulis: Hari Purwanto
Dir. Eksekutif Studi Demokrasi Rakyat (SDR)