JURNAL3.NET / JAKARTA – Modus operandi dugaan korupsi dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) di SMK PGRI 2 Ponorogo diyakini juga terjadi di SMK/SMA dan Sekolah Luar Biasa (SLB). Karena itu, Kejaksaan Tinggi Jatim didesak menjadikan kasus SMK PGRI 2 ini sebagai pintu masuk untuk membuka “kotak pandora” di sekolah setingkat di seluruh wilayah Jawa Timur.
Informasi yang diperoleh Jurnal3, ada “intervensi kekuasaan” untuk mencegah penyelidikan Kejaksaan Negeri Ponorogo meluas ke seluruh SMK dan SMA se-Kabupaten Ponorogo. Diyakini, jika hal itu dilakukan, potensi dugaan korupsi dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) yang terjadi di SMK PGRI 2 Ponorogo, juga terjadi di sekolah lainnya.
Dugaan adanya intervensi agar penyelidikan itu tidak meluas menunjukkan indikasi ada potensi penyelewengan dana BOS yang sama, meski modus operandinya belum tentu serupa seperti yang terjadi di SMK PGRI 2 Ponorogo.
Koordinator Aktivis Jawa Timur, Mohammad Hafidz Kudsi, Rabu (26/03/2025) di Jakarta, menyebut, dengan telah diamankannya barang bukti 11 unit bus, 1 Pajero Sport dan 2 unit Toyota Avanza, menduga penyelewengan korupsi dana BOS di SMK PGRI 2 Ponorogo periode 2019-2024 yang berasal dari APBD Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Timur tersebut dilakukan secara sistematis, masif dan terstruktur.
“Sejak 2024 sudah naik ke tahap penyidikan, kita tunggu siapa yang akan ditetapkan sebagai tersangka. Kok sampai sekarang belum ada. Padahal janji Kejaksaan Negeri Ponorogo kasus ini akan diungkap secepat mungkin. Ini ada apa kok lama sekali, padahal sudah jelas,” ungkap Hafidz.
Hafidz menjelaskan, kasus dugaan korupsi dana BOS di SMK PGRI 2 Ponorogo bisa menjadi pintu masuk untuk mengungkap dugaan penyelewengan dana BOS di semua SMK/SMA dan SLB di seluruh Jawa timur.
“Ini cuma satu contoh kasus dugaan penyelewengan dana BOS yang terungkap. Cuma satu sekolah saja seperti itu. Apakah ada jaminan di sekolah lain di seluruh Jawa Timur tidak seperti itu, ya belum tentu. Jika benar modusnya sama, maka dunia pendidikan menjadi salah satu ranking klasemen korupsi di Jawa Timur,” ujarnya.
Karena itu, Kejaksaan Tinggi Jawa Timur didesak melakukan intervensi dan penyelidikan di semua SMK/SMA dan SLB di seluruh Jawa Timur untuk mengungkap apakah kasus dugaan korupsi dana BOS yang terjadi di SMK 2 PGRI Ponorogo itu juga terjadi di semua sekolah setingkat di Jawa Timur.
“Ini sudah menjadi ranah Kejati Jatim untuk mengungkap skandal korupsi dana BOS, karena bisa jadi kasus serupa terjadi di semua wilayah di Jatim,” tegasnya.
“Kejati harus turun tangan, kasus ini sudah menjadi skandal, dana BOS yang bersumber dari APBD Dispendik Jatim untuk semua SMK di Jatim diduga dikorupsi,” tegasnya.
Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa dan Wagub Emil Elistianto Dardak, didesak untuk melakukan evaluasi kinerja di Dinas Pendidikan Jatim. Apalagi, kasus di SMK PGRI 2 ini terungkap di awal masa kepemimpinan Khofifah-Emil di periode kedua.
“Karena skandal itu terjadi di wilayah Jawa Timur, maka sebagai gubernur dan wakil gubernur, Khofifah-Emil harus dan wajib bertanggung jawab atas apa yang dilakukan oleh Aparatur Sipil Negara (ASN). Mau tidak mau, image Provinsi Jawa Timur tercoreng dengan kasus ini,” pungkasnya.
Desakan untuk Kejati Jatim untuk menyelidiki semua SMK/SMA dan SLB di seluruh Jawa Timur karena diyakini penyelewengan dana BOS juga terjadi di wilayah lain di Jatim dengan berbagai modus operandi.
Berikut 10 Modus Operandi Korupsi Dana BOS yang Sering Terjadi di Sekolah:
- Penggelembungan Data Siswa. Salah satu modus paling umum adalah penggelembungan data jumlah siswa. Oknum sekolah melaporkan jumlah siswa lebih banyak dari yang sebenarnya untuk mendapatkan alokasi dana BOS yang lebih besar.
- Pengadaan Fiktif. Pengadaan barang dan jasa yang seharusnya dibeli dengan dana BOS sering kali tidak benar-benar dilakukan. Barang-barang seperti buku, alat tulis, atau peralatan teknologi dicatat sebagai pembelian, tetapi barangnya tidak pernah ada.
- Pengurangan Jumlah Barang. Dalam modus ini, sekolah memang mengadakan barang, tetapi jumlahnya dikurangi dari yang dilaporkan. Misalnya, seharusnya membeli 100 unit komputer, tetapi yang dibeli hanya 50 unit, sementara laporan tetap mencantumkan 100 unit.
- Mark-Up Harga. Harga barang dan jasa yang dibeli dengan dana BOS sering kali dinaikkan dari harga pasar yang sebenarnya. Keuntungan dari selisih harga ini kemudian dikantongi oleh oknum tertentu.
- Pemotongan Dana BOS yang diduga dilakukan oleh Dinas Pendidikan. Di beberapa daerah, terjadi praktik pemotongan dana BOS oleh oknum di Dinas Pendidikan sebelum dana tersebut sampai ke sekolah. Uang yang seharusnya diterima penuh oleh sekolah, berkurang karena praktik ini.
- Laporan Keuangan Fiktif. Beberapa sekolah membuat laporan keuangan fiktif yang mencantumkan pengeluaran yang sebenarnya tidak pernah terjadi. Hal ini dilakukan untuk menutupi penggunaan dana BOS untuk kepentingan pribadi.
- Penggunaan Dana BOS untuk Kepentingan Pribadi. Dana BOS yang seharusnya digunakan untuk kepentingan sekolah, seperti perbaikan fasilitas atau pembelian bahan ajar, digunakan untuk kepentingan pribadi oknum tertentu, seperti perjalanan dinas atau renovasi rumah pribadi.
- Pencairan Dana Tanpa Kegiatan. Sekolah mencairkan dana BOS dengan alasan akan mengadakan kegiatan tertentu, tetapi kegiatan tersebut tidak pernah dilaksanakan. Dana yang sudah dicairkan kemudian digunakan untuk tujuan lain.
- Manipulasi Rencana Anggaran Belanja Sekolah (RAPBS). RAPBS disusun dengan memasukkan kegiatan atau pembelian yang sebenarnya tidak diperlukan atau tidak pernah dilaksanakan. Dana BOS kemudian dialokasikan untuk kegiatan-kegiatan tersebut dan akhirnya dikorupsi.
- Kolusi dengan Penyedia Barang/Jasa. Sekolah bekerja sama dengan penyedia barang atau jasa tertentu untuk memenangkan tender pengadaan barang yang dibiayai dengan dana BOS. Penyedia barang/jasa kemudian memberikan komisi kepada oknum sekolah dari keuntungan yang didapat.
Kasus korupsi dana BOS di SMK PGRI 2 Ponorogo disinyalir hanya satu dari sekian modus serupa yang diduga terjadi di semua wilayah di Jawa Timur. Desakan agar Kejaksaan Tinggi Jatim turun tangan perlu mendapatkan dukungan banyak pihak untuk mencegah dan menindak pelaku korupsi dalam pengelolaan dana BOS./*Riris Hikari – Rizal Hasan