Aksi Klepto Rp.569,4 Miliar di Bank Jatim, Fraud atau Penjarahan?

Surat Terbuka untuk Gubernur Jatim sebagai Pemegang Saham Pengendali

*Oleh: Rizal Hasan

SEBAGAI warga Jawa Timur, pembayar pajak, nasabah dan seorang Jatimers, saya  tergelitik untuk menyuarakan uneg-uneg soal bagaimana mungkin duit Rp. 569,4 miliar di Bank Jatim bisa diklepto dengan santainya, seolah tidak ada pengawasan. Loss doll…!!

Lalu perseroan menyatakan ini adalah kerugian pada tahun buku 2024 sehingga akan dilakukan pencadangan. Menurut pandangan saya, pencadangan untuk rugi-laba idealnya bisa dilakukan jika terjadi kredit macet atau kecelakaan finansial  yang masih dalam lingkup Standard Operating Procedure (SOP).

Lenyapnya duit Rp. 569,4 miliar ini tidak layak untuk dicatatkan sebagai rugi-laba. Saya usul kepada Gubernur Jatim sebagai Pemegang Saham Pengendali (PSP) Bank Jatim, bahwa untuk memutuskan ini dicatatkan pada rugi-laba harus melalui Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) Luar Biasa.

Kenapa demikian? Karena aksi ini dilakukan secara sistematis, terstruktur dan massif. Peristiwa ini lebih dari sekedar fraud, saya lebih suka menyebutnya ini adalah PENJARAHAN. Karena saya tertarik pada time frame pencairan yang dilakukan pada Februari hingga Oktober 2024.

Semua perusahaan yang dijadikan debitur itu pihak yang tidak memiliki proyek riil atau kemampuan finansial untuk mendapatkan kredit dalam jumlah besar. Demikian juga pencairan dana dilakukan atas nama perusahaan nominee, yakni perusahaan hanya sebagai kedok untuk memperoleh kredit dengan dokumen yang sudah direkayasa.

Beragam pemberitaan di sejumlah media massa seolah-olah menyudutkan Benny, pimpinan Bank Jatim Cabang Jakarta sebagai dalang dibalik semua ini. Kesannya, Benny-lah perancang dan arsitek tunggal atas kerugian yang diderita Bank Jatim. Tidak semudah itu Ferguso…!

Siapa Benny? Dia tidak memiliki darah asli Bank Jatim, dia berasal dari Bank Maspion dan direkrut berdasarkan keputusan direksi oleh Direktur EM, yang beberapa waktu lalu tidak ikut menghadiri Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan DPRD Jatim.

Benny adalah saksi mahkota, yang tahu betul siapa master mind dibalik  semua ini. Dugaan saya, Benny hanya tools (alat) yang “habis manis sepah dibuang”. Bukankah isi ponsel milik Benny yang disita Kejaksaan Tinggi Jakarta sudah bisa bercerita semua?

Dikutip dari keterbukaan informasi Bursa Efek Indonesia (BEI), Corporate Secretary PT Bank Jatim, Fenty Rischana, kalau semua berawal dari hasil pemeriksaan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Satuan Kerja Audit Internal (SKAI) Bank Jatim yang menyampaikan laporan pengaduan kepada aparat penegak hukum atas apa yang terjadi di Bank Jatim Cabang Jakarta sebagai bagian dari penegakan Good Corporate Governance (GCG).

Jika benar demikian, lalu apa kerja SKAI? Proses realisasi  pencairan ke perusahan-perusahaan nominee itu dimulai Februari hingga Oktober 2024. Semua itu dilakukan dengan santai dan leluasa, lalu dimana yang namanya pengawasan?  Apalagi dananya meminjam dari kantor pusat Bank Jatim.

Rasanya kok mustahil “beliau-beliau” yang duduk di lantai 2 di Jl.Basuki Rahmat Surabaya itu tidak mengetahuinya. Karena sudah ada rambu khusus yakni Keputusan Direksi Bank Jatim No: 062/03/2.J/DIR/KKS/KEP tentang Standard Operating Procedure (SOP) Kredit Piutang PT. Bank Pembangunan Daerah Jawa Timur Tbk, Tanggal 12 April 2023 dan Keputusan Direksi Bank Jatim No: 062/03/i/DIR/PGP/KEP tentang Perubahan Pertama SOP Kredit Kontraktor PT. Bank Pembangunan Daerah Jawa Timur Tbk, tanggal 29 September 2023.

Jika boleh ber-suudzon, apakah pengaduan SKAI ke aparat penegak hukum itu sudah disetting jauh sebelumnya. Kenapa harus menunggu semua realisasi kredit ke perusahaan-perusahaan nominee itu selesai dilakukan? 

Lalu untuk apa pula perseroan kini sibuk melakukan recovery asset (agunan) untuk pemulihan kerugian. Padahal jelas-jelas tidak ada agunan, yang ada hanya Surat Perintah Kerja (SPK) bodong seolah-olah dikeluarkan oleh BUMN

Apakah dengan ditanganinya kasus oleh Aparat Penegak Hukum (APH), menjadi mudah bagi perseroan untuk menyebut ini sebagai kerugian sehingga bisa dilakukan pencadangan rugi-laba?.

Selain Benny, sosok Bun Santoso juga memegang peran penting dalam permufakatan jahat ini. Karena dua perusahaan yakni PT Indi Daya Grup dan PT Indi Daya Rekapratama, diketahui terafiliasi dengan perusahaan milik Bun Santoso.

Dalam pemberitaan di banyak media massa, Bun Santoso dan Agus Dianto Mulia diduga berkolusi dengan Benny guna mencairkan 65 kredit utang dan 4 kredit kontraktor, dengan total kredit yang dicairkan Rp. 569,4 miliar.

Rencana Komisi C DPRD Jatim untuk membentuk Panitia Khusus (Pansus) patut mendapat dukungan masyarakat Jawa Timur. Jika sudah terbentuk, Pansus bisa bersurat ke Kejaksaan Tinggi Jakarta guna menghadirkan Benny dan Bun Santoso guna didengar kesaksiannya soal ide permufakatan jahat itu.

Benarkah seorang Benny, yang hanya Kepala Bank Jatim Cabang Jakarta mempunyai nyali besar untuk melakukan penyelewengan duit setengah triliun lebih hanya seorang  diri?

Untuk Ibu Gubernur Jatim, ayo bu, buka kasus ini seterang-terangnya. Bu Gubernur sebagai Pemegang Saham Pengendali (PSP) di Bank Jatim punya otoritas yang kuat untuk melakukan ini.

Kasihan, banyak pegawai dan karyawan Bank Jatim penuh dedikasi bekerja dengan sepenuh hati harus terkena dampak dari kasus ini. Ayo bu! Kembalikan lagi performa Bank Jatim sebagai regional champion. Ibu Gubernur mampu melakukan itu.*

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *