JURNAL3 | JAKARTA – Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI), Rofi Munawar menilai, surat Menteri Keuangan Sri Mulyani yang dikirim kepada Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Ignasius Jonan dan Menteri BUMN, Rini Soemarno soal adanya risiko gagal bayar utang PT PLN (Persero), merupakan sebagai langkah early warning system terhadap kinerja BUMN plat merah tersebut.
“Dengan surat tersebut sebenarnya semakin menegaskan kekhawatiran publik selama ini terhadap kinerja PLN sebagai tulang punggung dalam program 35.000 MW. Bahwa program ambisius tersebut tidak berdasarkan perencanaan yang matang sehingga realisasinya tidak sesuai dengan target yang diinginkan. Disisi lain situasi tersebut tidak diimbangi dengan kinerja keuangan yang memadai sehingga berpotensi memberikan kerugian terhadap negara,” tegas Rofi Munawar, Kamis (28/09/2017).
Legislator asal Jawa Timur ini menambahkan, ada baiknya Menteri Jonan maupun Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Rini Soemarno segera merespon kondisi tersebut dengan rumusan yang tepat terhadap kinerja PT PLN, sehingga pada akhirnya tidak menimbulkan risiko yang lebih besar terhadap kinerja ketenagalistrikan nasional.
“Saya pikir potensi gagal bayar sudah sepantasnya diketahui oleh Kementerian BUMN dan ESDM, bagaimanapun PT. PLN secara kinerja operasi dan korporasi berinduk pada dua kementerian teknis tersebut. Apa yang disampaikan oleh Menkeu tentu saja mengkonfirmasi kondisi terkini atas beragam potensi yang terjadi,” tegas Rofi.
Rofi mencermati dalam surat tersebut terdapat beberapa catatan kritis yang disampaikan oleh Menkeu terhadap PT. PLN, utamanya terkait rasionalisasi Tarif tenaga listrik (TTL) dan program 35.000 MW. Dari dua persoalan tersebut PT PLN nampak belum berhasil menurunkan biaya produksi energy primer karena kelemahan dalam melakukan diversifikasi bauran energy.
Secara khusus Rofi juga memberikan perhatian perihal kebocoran surat tersebut ke publik, dirinya melihat bahwa hal ini terjadi karena kelemahan koordinasi dan sistem yang ada di pemerintah sendiri. Surat nomor S-781/MK.08/2017 yang diteken Sri Mulyani pada (19/9) ada lima poin yang disampaikan dan menjelaskan mengenai perkembangan risiko keuangan negara atas penugasan infrastruktur ketenagalistrikan.
Sebagaimana diketahui, menurut laporan keuangan PLN 2016 lalu, PLN memiliki liabilitas jangka panjang sebesar Rp272,15 triliun atau turun 30,11 persen dibanding tahun sebelumnya Rp389,44 triliun. Dari angka tersebut, porsi terbesar berasal dari utang perbankan dengan nilai Rp100,36 triliun atau 36,87 persen dari total pinjaman. Selain itu, perusahaan juga mencatat utang obligasi dan sukuk sebesar Rp68,82 triliun.@salsa