Aset First Travel disita negara bukan haknya

JURNAL3 / JAKARTA – Pakar Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU), Yenti Garnasih, menilai negara atau pemerintah harus bertindak untuk memberi rasa keadilan kepada puluhan ribu korban penipuan First Travel. Sebab negara menerima uang hasil rampasan aset yang bukan haknya.

“Negara harus tampil. Paling tidak berikan hak korban. Sebab mereka [korban] pasti akan melakukan penuntutan terhadap negara,” ujar Yenti Garnasih.

“Karena keadilan kita terusik. Nah negara harus menjawab keresahan dan ketidakadilan masyarakat ini atas keputusan hakim,” sambungnya.

Dalam perkara ini, ia menilai putusan hakim kasasi Mahkamah Agung janggal lantaran menyerahkan aset rampasan kepada yang tidak berhak. Sementara di kasus ini pihak yang berhak adalah korban penipuan.

“Memang dalam perkara pidana, negara mendapat dana tapi dari denda, bukan hasil kejahatan kecuali ada yang merugikan keuangan negara. Ini kan negara nggak rugi, yang rugi rakyat.”

Kendati demikian Yenti menduga hakim sengaja menyerahkan seluruh aset kejahatan First Travel kepada negara lantaran di Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian Uang belum mengatur mekanisme pembagian aset rampasan kepada korban penipuan investasi.

“Ini jadi pelajaran juga bagi kita. Sehingga harus ada aturan yang baku bagaimana asset recovery begitu diputus, seperti apa mekanisme pemberiannya?”

“Di Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian Uang, tidak mengatur bagaimana perampasan dalam hal begini, sementara di undang-undang induk mengacu ke Pasal 39 KUHP juncto Pasal 46 KUHAP. Tapi filosofinya dikembalikan ke yang berhak.”

Karena itulah, Yenti berharap pemerintah betul-betul mengawasi perusahaan yang menawarkan perjalanan haji dan umrah dengan harga miring. Ini agar tak mengulangi kasus serupa.

“Jangan muncul lagi, diawasi dong travel-travel yang seperti ini, kan ada lagi. Ini bagaimana peranannya? Jangan-jangan kasus yang belakangan kayak Abu Tours sama seperti ini. Kalau putusannya sama, orang nggak mau memproses secara hukum. Yang terjadi pelaku merajalela dan masyarakat berpeluang jadi korban,” pungkasnya.@rul

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 5 seconds