JURNAL3 / SURABAYA – Polda Jatim akan melakukan gelar perkara khusus, terkait kasus jasa pungut (Japung) yang melibatkan mantan Wali Kota Surabaya, Bambang Dwi Hartono (BDH).
Langkah ini akan diambil Polda, mengingat berkas perkara BDH sudah 19 kali dikembalikan Kejati Jatim. Akibatnya, status tersangka pria yang juga petinggi PDIP tersebut ‘mengapung’ sejak 2012.
Dalam gelar perkara khusus nanti, segala kemungkinan bisa saja terjadi, termasuk dikeluarkannya Surat Penghentian Penyidikan Perkara (SP3) alias kasus Japung yang melibatkan BDH dihentikan.
Namun pihak Polda tak mau berandai-andai. “Nanti tergantung hasil pendapat di gelar perkara, hasil analisa, hasil kajian,” kata Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Jatim, Kombes Pol Gidion Arif Setiawan.
Di sisi lain, Ketua Surabaya Corruption Watch Indonesia (SCWI), Hari Cipto Wiyono mendesak Polda agar jangan sampai mengeluarkan SP3, tapi justru harus menuntaskan kasus yang merugikan negara Rp 750 juta pada 2010 tersebut.
Apalagi empat orang yang juga terlibat kasus ini, telah menjalani pidana penjara. Mereka yakni mantan Ketua DPRD Surabaya, Musyafak Rouf; mantan Asisten II Pemkot Surabaya, Muklas Udin; mantan Sekretaris Pemkot Surabaya, Sukamto Hadi; dan mantan Bagian Keuangan Pemkot Surabaya, Purwito.
“Jangan ada diskriminasi dalam penanganan kasus Japung ini. Empat orang sudah dipenjara, masa satu orang lainnya belum diproses tuntas,” katanya di Surabaya, Sabtu (4/1/2020).
“Kami dari SCWI, akan terus mendesak agar kasus Bambang DH ini dituntaskan. Harusnya jangan sampai di-SP3-kan. Kami juga bisa melaporkan kalau ada yang main-main dalam kasus ini,” tandasnya.
Soal 19 kali berkas dikembalikan, lantaran Kejati Jatim beralasan Polda tak kunjung menyertakan bukti niat jahat (mens rea), Cipto mengaku heran dengan alasan tersebut.
“Kalau Kejati bilang tidak ada niat jahat, wong ini uang negara sudah disetujui dari Sukamto. Sebagai Sekota, Sukamto punya atasan namanya wali kota (waktu itu BDH). Saya kira itu cuma alasan,” katanya.
Bagi Cipto, lucu saja dalam perkara korupsi yang melibatkan lima orang tapi hanya empat yang divonis penjara, sedangkan yang satu dan punya wewenang lebih besar malah bertahun-tahun berkasnya mengapung.
“Empat orang sudah diadili, dipenjara, dan satu dibilang tidak ada niat jahat. Ini akan ditertawakan para ahli hukum kita, aparat penegak hukum kok seperti itu. Wong kasusnya sama dan ada kerugian negara,” pungkasnya.@wan