Jurnal3.net/Malang – Di lokasi yang sama, Gubernur Khofifah kembali melakukan inspeksi terhadap penerapan kebijakan Harga Eceran Tertinggi (HET) minyak goreng yang diberlakukan per 1 Februari 2022. Sebelumnya inspeksi juga dilakukan di berbagai daerah seperti Sidoarjo, Kediri, Tuban, dan Gresik.
Sebagai informasi, sesuai instruksi dari Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, bahwa mulai tanggal 1 Februari 2022 diberlakukan pembedaan harga berdasarkan jenis kemasan minyak goreng. Dikuatkan dengan terbitnya Permendag RI nomor 06 tahun 2022 Tentang Penetapan HET Minyak Goreng Sawit.
Dalam Permendag ini disebutkan bahwa HET minyak goreng curah dengan harga 11.500 per liter. Untuk minyak goreng kemasan sederhana dengan harga 13.500 dan minyak goreng dengan kemasan premium dengan harga 14.000 per liter.
Dalam pasar minyak goreng di Malang ini, Pemprov Jatim menyediakan dua liter minyak goreng dimana per liter dijual dengan harga Rp. 12.500,-. Sehingga paket minyak dua liter dijual seharga Rp. 25.000,-. Selain itu, dalam operasi pasar ini diterapkan peraturan bahwa masing-masing 1 KTP hanya dapat membeli maksimal 2 liter.
Saat meninjau pelaksanaan operasi pasar murah tersebut, Khofifah mengatakan bahwa dari hasil pemantauan di lapangan, masih banyak ditemukan masalah terkait rantai pasok distribusi atau stok minyak goreng yang tersendat.
Selain itu, masih ditemukan beberapa tempat yang menjual minyak goreng di atas HET yang telah ditetapkan pemerintah pusat. Untuk itu, terkait dua masalah ini pihaknya akan segera berkoordinasi dengan Kementerian terkait yakni Kementerian Perdagangan.
“Dua hal ini harus segera bisa diselesaikan. Oleh karena itu kami akan segera berkoordinasi kembali dengan Kementerian Perdagangan untuk bisa mengurai masalah tersebut,” katanya.
Khofifah mengatakan, terkait masalah stok, pada dasarnya stok di Jawa Timur cukup. Hal ini karena kebutuhan minyak goreng di Jatim per bulannya adalah 59 ribu ton, sedangkan produksi di Jatim sebanyak 62 ribu ton. Sehingga masih ada surplus 3 ribu ton.
“Sebenarnya stok di Jatim sendiri mencukupi. Jadi kalau distribusinya tidak selancar yang dulu, pasti ada missing link. Ini yang kita mencoba mengurai antara lain kemungkinan refraksi nya. Jadi kalau misalnya segera ada regulasi yang memberikan payung hukum misal production cost dari masing-masing industri minyak goreng per liter berapa, sehingga pemerintah mensubsidi berapa,” ujar Khofifah.
“Ini dilakukan agar harga sampai di konsumen akhir sebaiknya tidak melebihi HET. Kalau harga di konsumen akhir sebaiknya tidak melebihi HET, maka harga di produsen pasti ada regulasi lagi. Regulasi-regulasi ini harus diputuskan secara nasional karena subsidinya juga secara nasional,” pungkasnya. (dayat)