JURNAL3.NET / SURABAYA – Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan Tahun Buku 2021 (RUPST TB 2021), Kamis (17/03/2022), sudah selesai digelar. Formasi baru sudah resmi terbentuk, namun RUPS berpotensi cacat hukum. Kok bisa?
Potensi cacat hukum dikarenakan ada dugaan tidak terpenuhinya syarat formil atas Direktur Komersial & Korporasi terpilih, Edi Masrianto, yang secara jelas melanggar 4 aturan sekaligus yakni PP Nomor 54 Tahun 2017 tentang BUMD Pasal 57 huruf (h) dan Permendagri No. 37 tahun 2018 Pasal 35 huruf (h), Perda Jatim No.14 Tahun 2012 tentang BUMD pasal 12 huruf (c) dan terbaru Perda Jatim No. 8 Tahun 2019 tentang BUMD, Pasal 17 huruf (h).
Dimana semuanya mengatur bahwa usia maksimal calon direksi BUMD saat kali pertama mendaftar maksimal 55 tahun. Namun, Edi Masrianto, pria asal Lumajang Jatim itu diketahui lahir pada tanggal 31 Maret 1964 silam.
Ia mendaftar sebagai calon direksi Bank Jatim pada Juli 2021 lalu, sehingga pada saat mendaftar pertama kali, usianya adalah 57 tahun, melebihi batas maksimum 55 tahun yang disyaratkan dalam semua aturan tersebut. Namun, RUPS tetap mengesahkannya.
“Potensi cacat hukumnya tinggi RUPS tadi. Karena jelas syarat formilnya tidak terpenuhi. Yang paling harus disalahkan adalah Panitia Seleksi. Sehingga apabila nanti ada gugatan di Tata Usaha Negara (TUN), yang harus dibatalkan adalah keputusan Pansel meloloskan calon direksi karena melanggar 4 aturan pemerintah,” ungkap DR. Rizal Haliman SH,MH, praktisi hukum.
DR. Rizal mengaku heran, bagaimana mungkin RUPS bisa menerima penetapan yang cacat dari Pansel untuk disahkan.
“Bawa ke TUN saja, kita uji keputusan Pansel. Kan mereka yang melakukan uji kepatutan dan kelayakan,” tegas Ketua DPD Kongres Advokat Indonesia (KAI) Jawa Timur itu.
Terpisah, salah satu pemegang saham Bank Jatim, Alim Tualeka kepada Jurnal3 mengaku sedih dengan pelaksanaan RUPS Bank Jatim. Sebagai salah satu pemegang saham, ia menyesalkan kenapa ada calon direksi yang tidak memenuhi syarat formil tetap bisa disahkan.
“Silakan mau main apa saja, tapi harus pada aturan main yang sudah ada. Seandainya memang terbukti ada pelanggaran aturan, maka keputusan itu harus ditinjau ulang,” ujar Alim.
Ketua Kadin Provinsi Jatim ini mengingatkan bahwa ada konsekuensi jika aturan dilanggar, maka semua turunannya akan bermasalah.
“Kalau memang ada direksi yang melanggar aturan, maka dia akan jadi pejabat ilegal maka semuanya akan ilegal, termasuk menerima gaji dan lain-lain. Yang tanggung jawab gubernur. Makanya sebagai pemegang saham saya ingatkan,” tegas Alim.
Hal senada juga diungkapkan Sugiharso, Ketua Asosiasi Pemegang Saham Bank Jatim, yang mengaku tidak ada komunikasi dengan pemilik saham tipe B.
Menurut Sugiharso, komposisi kepemilikan saham Bank Jatim saat ini adalah (1) kepemilikan saham Pemerintah Daerah Propinsi Jawa Timur, Saham Seri A sebesar 51,46 %; (2) kepemilikan saham Pemerintah Daerah Kabupaten Kota se-Jatim, Saham Seri A Pemintah Daerah Kabupaten dan Kota se Jawa Timur sebesar 24, 54 %; 24, 58 %; dan (3) kepemilikan Saham Rakyat / Saham Seri B (domestik dan asing) sebesar 20% kurang lebih Rp 3 triliun. Walaupun jumlahnya mencapai kurang lebih Rp 3 triliun, namun merupakan pemegang Saham Seri B yang minoritas.
“Kita nggak diajak omong. Kok kesannya disepelekan kita ini. Harus diingat, fakta sejarah telah membuktikan bahwa para pemegang Saham Rakyat (domestik) inilah yang menyelamatkan Bank Jatim Tbk memenuhi Capital Adequacy Ratio (CAR),” pungkas Sugiharso./*rizalhasan