JURNAL3 | JAKARTA – Terhitung mulai Jumat, 6 Januari 2016, hari ini, Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) di Polri terkait tarif pengurusan STNK dan BPKB mulai naik. Hal ini sesuai di PP Nomor 60 tahun 2016.
Namun anehnya, menurut Koordinator Advokasi dan Investigasi Forum Indonesi untuk Transparansi Anggaran (FITRA), Apung Widadi, Presiden Joko Widodo sendiri sempat mempertanyakan tarif pengurusan STNK dan BPKB itu yang dinilai terlalu tinggi, padahal tarifnya sudah tercantum di PP itu.
“Hal ini menandakan bahwa selama ini tidak ada koordinasi antara Presiden, Kementerian Keuangan, maupun Polri. Kenapa Presiden sampai menyatakan ketinggian padahal yang tanda tangan di situ (PP) adalah Presiden. Jangan-jangan seperti dulu lagi, Presiden asal tanda tangan,” cetus Apung di Jakarta.
Kondisi itu, kata dia, menandakan ada yang tak selesa dalm konteks kebijakan kenaikan tarif ini. Jadi tidak ada transparansi dalam rencana kenaikannya itu.
“Bahkan wacana sebelumnya pun sepi-sepi saja. Karena memang tidak ada uji publik atau kajian mengenai rencana kenaikan tarif STNK dan BPKB ini,” jelas dia
Kajian itu yang harusnya menentukan berapa angka idealnya. Tidak seperti sekarang yang naiknya sampai 300 persen.
“Mestinya kajiannya itu disampaikan dulu ke Presiden. Biar Presiden tidak lupa. Atau memang Presiden pura-pura lupa, karena memang pemerintah saat ini tak punya sense of crisis,” cetusnya.
Menurutnya, sebelum kenaikan pada hari ini, di beberapa daerah susah terlihat orang berbondong-bondong mau ngyrus STNK biar kena tarif baru.
“Mereka berebut bayar sebelum tanggal 6 Jauari ini karena sedikit kenaikan saja akan terasa berat buat masyarakat kecil,” pungkas Apung.@andiherman