JURNAL3.NET/SURABAYA – Merawat kebhinekaan dan mencegah paham radikalisme di kalangan masyarakat maupun dalam tubuh Pondok Pesantren, Madrasah Diniyah – Taman Pendidikan Al Qur’an (Madin-TPQ) Nurul Huda Surabaya menggelar tausiah kebangsaan dan tasyakuran kemerdekaan RI ke-77 bersama Gus Rijal Mumazziq Z dari Rektor Institut Kencong Jember atau yang dikerap dipanggil Gus Rijal.
Kegiatan Tausiah Kebangsaan dan Tasyakuran Kemerdekaan RI ke-77 dengaj bertajuk Santri Bangkit Berakhlak, Indonesia Kuat Bermartabat. Acara digelar dalam rangkaian memperingati Dirgahayu Ke-77 Republik Indonesia di Halaman Pondok Pesantren Nurul Huda, Jalan Sencaki Surabaya, Kamis (18/8/2022) sore ini.
PP. Nurul Huda Surabaya KH. Abdurrahman Navis menyebut, kegiatan ini diselenggarakan agar meningkatkan nasionalisme para santri tanpa harus mengabaikan kepentingan agama. Sehingga para santri terhindar dari paham radikal dan intoleransi.
“Semoga dengan adanya tausiyah kebangsaan dari Gus Rijal Mumazziq ini kita bisa dapat menerapkan dalam kehidupan kita sehari-hari,”ucap dia.
Dalam tausiah kebangsaan, Gus Rijal Mumazziq Z atau Gus Rijal mengungkapkan, tausiah kebangsaan Indonesia adalah konsep yang tidak bisa dipisahkan oleh dari jasa para ulama.
“Karena masa kolonial maupun pra kolonial semua orang khususnya para ulama dulu itu telah memberikan kontribusi dalam menjaga independensi kemerdekaannya, sehingga pada akhirnya kita dijajah beberapa kawasan dan pada puncaknya itu mewujudkan kemerdekaan,”kata Gus Rijal saat ditemui setelah acara oleh jurnalis jurnal3.net.
Menurutnya, dimana sepenuhnya diantaranya adalah yang dilakukan oleh para pejuang-pejuang iklim yang dipimpin langsung para ulama.
“Jadi, para ulama dulu kita unik dan asyik. Keunikan dan keasyikannya adalah manakala mereka tidak mau memisahkan antara unsur keislaman dan keindonesiaan,”katanya.
Gus Rijal menjelaskan, Indonesia dan keislaman manunggal menyatu. Bagi ulama-ulama ini adalah Indonesia itu jasad sedangkan keislaman itu ruh. Jasad dan ruh ini tidak bisa dipisahkan.
“Makanya sampai sekarang kita lihat bahwa ulama-ulama Indonesia yang semakin usia tua, senantiasa yang berlandaskan bila pentingnya menjaga keseimbangan antara keindonesiaan Ndan keislaman,”jelasnya.
Gus Rijal ini mengakui warga Nahdlatul Ulama (NU) bahwa memiliki pemahaman yang moderat, dalam hal ini apabila kita tidak akan mampu memisahkan entitas keindonesiaan dan keislaman karena keduanya itu manunggal.
“Kalau memilih keislaman saja yang diperjuangkan, kemudian keindonesiaan ditinggalkan maka nantinya akan menjadi orang yang ekstrem dan radikalisme. Sebaliknya apabila kita memperjuangkan hanya keindonesiaan tetapi keislaman ditinggalkan maka akan menjadi orang yang liberal,”Ucap Gus Rijal.
Lebih lanjut, kata Gus Rijal, kita harus menjadi posisi dipertengahan tetap menjaga keseimbangan keduanya itu antara keislaman dan keindonesiaan.
“Jadi, paling penting itu adalah berlandaskan bahwa Indonesia ini merupakan sebuah negara yang sah secara fikih dan tidak perlu digugat, apalagi mau ganti ke negara Islam. Yang kedua, kita harus memberikan pemahaman para santri bahwa kita tugasnya adalah mengisi kemerdekaan ini dengan kegiatan-kegiatan positif yang bermanfaat khususnya keislaman dan keindonesiaan,”imbuh Rektor Institut Kencong Jember.
“Yang ketiga, pentingnya didalam setiap acara harus menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia Raya dengan disambung lagu Ya Lal Wathon. Kenapa? Karena syair-syair Ya Lal Wathon itu sangat luar biasa maknanya,”imbuhnya.
Gus Rijal mengajak seluruh generasi milenial khususnya para santri untuk menanamkan semangat perjuangan bangsa dalam diri masing-masing. “Semangat juang harus tertanam dalam diri kita semua. Mari kita isi kemerdekaan ini dengan melakukan hal-hal kegiatan positif yang bermanfaat bagi orang lain,”tukasnya.
Tausiah kebangsaan Gus Rijal di Pondok Pesantren Nurul Huda ini berlangsung sekira satu jam. Semua berjalan aman dan lancar dengan diliputi semangat NKRI harga mati para santriwan-santriwati. *Syaiful Hidayat