Opini  

Mengapa PAD Maluku Utara Rendah ?

Oleh : Halimatus Sa’diyah

Maluku Utara – APBD (Anggaran Pendapatan Belanja Daerah) merupakan salah satu program keuangan tahunan yang dilaksanakan oleh pemerintah daerah dan disetujuai oleh DPRD. APBD ditetapkan dengan perda yang masanya meliputi satu tahun anggaran mulai dari tanggal 1 Januari sampai tanggal 31 Desember.

Anggaran Pendapatan Belanja Daerah terdiri atas :
a. Anggaran Pendapatan contohnya : Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK), Dana Hibah, Dana Darurat, dll.
b. Anggaran Belanja yang digunakan untuk keperluan penyelenggaraan tugas pemerintahan di daerah.
c. Pembiayaan yaitu setiap penerimaan yang perlu dibayar kembali dan/atau pengeluaran yang akan diterima kembali, baik pada tahun anggaran yang bersangkutan maupun tahun-tahun anggaran berikutnya.

Menurut Kementrian Keuangan Direktorat Jendral Anggaran Tahun 2019 pendapatan PAD terbesar adalah Provinsi DKI Jakarta, PAD Pemprov DKI Jakarta sebesar Rp 43,33 triliun pada 2018. Yang terdiri atas pajak daerah Rp 37,54 triliun, restribusi daerah Rp 578 miliar, hasil pengelolaan kekayaan daerah Rp 592 miliar, serta lain-lain PAD yang sah sebesar Rp 4,62 triliun.

Pendapatan PAD paling rendah diduduki oleh provinsi maluku utara yang memiliki PAD di bawah Rp 500 miliar. Bahkan, Maluku Utara hanya memiliki PAD sebesar Rp 190 miliar atau sekitar 0,44% dari PAD DKI Jakarta dan 0,12% dari total PAD 34 provinsi sebesar Rp 156,2 triliun. Sedangkan PAD Provinsi DKI Jakarta pada tahun 2021 kemarin diperkirakan mencapai Rp 51 triliun.

Berdasarkan penelitian Bank Indonesia dan Lembaga lainnya dalam Growth Diagnostic, Ada beberapa hal yang menyebabkan PAD di Provinsi Maluku Utara sangat rendah, faktor utamanya adalah rendahnya kualitas SDM (Sumber Daya Manusia) yang ada, sehingga menyebabkan SDA (Sumber Daya Alam) yang ada tidak terkelola dengan baik.

Selain faktor utama lagi ada beberapa faktor yang menyebabkan PAD di Provinsi Maluku Utara sangat rendah antara lain : 1. Kurangnya kualitas infrastruktur jalan dan konektivitas, 2. Elektrifikasi dan sanitasi air, 3.minimnya pengelolaan potensi sumber daya alam, 3. Geografis, indeks bencana dan biaya logistik, 4. Iklim investasi yang kurang.

Sementara penyebab lainnya adalah masalah pembiayaan seperti Distribusi penyaluran kredit, sumber daya manusia seperti ketersediaan sekolah serta tenaga pengajar, fasilitas Kesehatan, inflasi dan anggaran pemerintah, akses mendapatkan lahan, dan keragaman struktur perekonomian. (*)

*Penulis adalah mahasiswi Program Studi Administrasi Publik Universitas Muhammadiyah Sidoarjo

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 5 seconds