Oleh : Satrio Damardjati
TAHUN 2022 Indonesia terpilih menjadi presidensi atau tuan rumah forum internasional dari 20 negara pemimpin ekonomi dunia (G20) melanjutkan kepemimpinan Italia di tahun ini. Konferensi Tingkat Tinggi G20 yang akan digelar di Bali pada tahun 2022 ini merupakan kesempatan besar bagi Indonesia untuk memperlihatkan pada dunia pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Salah satu, kontributor besar pertumbuhan ekonomi Indonesia adalah dari Badan Usaha Milik Negara (BUMN), dividen atau bagian pemerintah atas laba BUMN masuk ke dalam pos pendapatan dari kekayaan negara yang dipisahkan.
Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2022 mencatat, outlook total dividen BUMN pada tahun 2021 hanya Rp 30 triliun, turun sebesar 48,66 persen dibandingkan dengan tahun 2020 lalu yang mencapai Rp 44,6 triliun.
Dalam dengar pendapat bersama Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) pada awal bulan Juni 2021 lalu, Menteri BUMN Erick Thohir menyampaikan kinerja BUMN tahun 2020. Intinya karena dampak situasi Covid-19 yang memukul industri secara keseluruhan, maka kinerja BUMN di tahun 2020 juga terpengaruh cukup tajam. Nilai penjualan seluruh BUMN sepanjang tahun 2020 diperkirakan mencapai angka sekitar Rp 1.200 triliun atau turun dari posisi penjualan tahun 2019 yang mencapai angka Rp 1.600 triliun.
Demikian pula laba yang dicetak seluruh BUMN pada tahun 2020 hanya mencapai angka sekitar Rp 28 triliun. Pencapaian laba ini jauh dari pencapaian laba yang mencapai Rp 124 triliun. Laba BUMN tahun 2020 melorot 77 persen dibandingkan pencapaian tahun 2019.
Lingkungan bisnis yang belum lepas dari dampak Covid-19 memang bergerak relatif lambat. Data yang disampaikan pada rapat kerja (Raker) antara Kementerian BUMN dengan DPR RI tersebut menunjukkan hampir sembilan puluh persen BUMN mengalami kesulitan. Hanya perusahaan negara di sektor jasa kesehatan, jasa teknologi dan sektor foods / pangan yang memiliki kinerja masih lumayan, sementara sisanya dalam upaya bertahan (survive).
Data setoran dividen BUMN di tahun 2020 juga menunjukkan kontribusi 5 BUMN yang telah menyumbangkan hampir 90 persen total laba keseluruhan dividen BUMN. Kondisi pareto BUMN tergambarkan dengan jelas. Lima besar penyumbang laba terbesar BUMN tersebut adalah : BRI (26,4%), Bank Mandiri (22,2%), Pertamina (19,1%), Telkom (17,8%), serta BNI (5,2%).
Kinerja keuangan PT Telekomunikasi Indonesia (Telkom) (Persero) Tbk tetap moncer saat pandemi virus corona Covid-19. Ini terbukti dari kenaikan laba Telkom hingga dua digit pada semester I 2021. Korporasi pelat merah tersebut membukukan laba bersih sebesar Rp 12,45 triliun pada enam bulan pertama tahun 2021, naik 13,3% dibandingkan pada periode yang sama tahun 2020 sebelumnya.
Laba per saham Telkom juga naik dari Rp 110,93 menjadi Rp 123,69. Kenaikan laba bersih Telkom didorong oleh meningkatnya pendapatan perusahaan sebesar 3,92% menjadi Rp 69,48 triliun pada semester I 2021. Sementara, beban bersih meningkat 3,32% menjadi Rp 45,87 triliun pada paruh pertama tahun ini.
Capaian tersebut juga tidak terlepas dari pendapatan bisnis internet Indihome yang sebesar Rp 12,88 triliun pada semester I-2021. Nilai tersebut naik naik 24,21% dibandingkan pada semester I-2020 yang sebesar Rp 10,37 triliun. Kontribusi pendapatan Indihome ke Telkom pun naik dari 15,51% menjadi 18,54%.
Selama pandemi, intensitas kegiatan masyarakat dengan teknologi digital meningkat dan semakin membutuhkan penyedia layanan data, baik secara bergerak (mobile) maupun tidak bergerak (fixed broadband). Telkom yang memiliki jaringan terluas di dalam negeri lantas diuntungkan dengan kondisi tersebut.
Adapun, harga saham korporasi dengan kode TLKM tersebut ditutup Rp 3.660 per saham pada 31 Agustus 2021. Harga tersebut naik 7,78% dibanding posisi akhir 2020 (year to date/ytd). Telkom seharusnya tetap menjaga performansi bisnisnya agar tetap moncer di era informasi ini.
Domain bisnis Telkom yang terdiri dari digital connectivity (konektivitas digital), digital platform dan digital service (layanan digital) apakah sanggup tumbuh untuk menguatkan peran Telkom sebagai perusahaan telekomunikasi pelat merah dalam mewujudkan kedaulatan digital Indonesia?
Kapabilitas Telkom di bisnis konektivitas dibayangi raksasa-raksasa global yang selama ini fokus di bisnis konten seperti Facebook dan Google. Facebook tengah menggarap proyek kabel internet bawah laut yang bakal menghubungkan Indonesia dengan negara Asia Pasifik lainnya.
Untuk proyek ini Facebook melibatkan operator telekomunikasi domestik hingga global. Keputusan Facebook menggaet operator lokal untuk proyek bawah laut ini terjadi karena memang aturan pemerintah mewajibkan kerjasama dengan perusahaan lokal jika kabel laut itu ingin masuk (landing) ke Indonesia.
Awal 2021, dua kabel bawah laut namakan Echo dan Bifrost, akan menjadi dua kabel pertama yang melalui rute yang melintasi Laut Jawa dan akan meningkatkan 70% lebih kapasitas bawah laut secara keseluruhan di trans-pasifik. Kabel ketiga bernama Apricot.
Kabel ini akan menyediakan koneksi langsung antara Jakarta dan Amerika Utara. Selain menghubungkan Indonesia ke Singapura, Taiwan, Filipina dan Jepang. Menurut Facebook investasi ini memberikan peluang untuk meningkatkan konektivitas di provinsi Indonesia Tengah dan Timur.
Salah satu mitra yang berpartner dengan Facebook untuk proyek ini adalah PT. Alita Praya Mitra (Alita). Perusahaan asal Indonesia ini telah membangun lebih dari 3.400 kilometer (KM) kabel serta optik bawah laut dalam kurun 1,5 tahun terakhir.
Proyek pembangunan kabel bawah laut Google-Facebook di Indonesia akan menggandeng XL Axiata dan Telin, anak perusahaan Telkom dan perusahaan Singapura Keppel. XL Axiata dan Google membangun proyek kabel bawah laut yang dinamakan Echo. Sementara Facebook dan Telin akan membangun Bifrost. Facebook menyampaikan bahwa saat ini proyek bersama Google ini masih dalam tahap perizinan ke pemerintah Indonesia.
Aturan soal kabel bawah laut ini yang terdapat dalam Undang-Undang (UU) Cipta Kerja No.11 tahun 2020 yang diturunkan ke Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Tata Ruang. Untuk aturan alur kabel bawah laut dan pipa bawah laut merujuk pada aturan Keputusan Menteri Kementerian Kelautan dan Perikanan (Kepmen KKP) No.14/2021.
Telkom menyebut kerjasama dengan Facebook dalam membangun infrastruktur Bifrost tetap memperhatikan kepentingan dan kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dalam aspek keamanan, ekonomi yaitu pajak dan Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) serta menjaga kompetisi yang sehat dalam industri telekomunikasi.
Semoga saja hal ini tidak malah menjadikan telekomunikasi di Indonesia dikuasai oleh pemain global seperti Facebook, yang selama ini sudah merajai konten digital dan akan merajai konektivitas digital.
Telkom dalam digital business atau layanan konten digital nampaknya masih meraba-raba. Besarnya potensi market e-commerce di Indonesia tidak bisa membuat Telkom mempertahankan Blanja.com yang pertama kali beroperasi pada tahun 2012.
Layanan e-commerce joint venture Telkom dengan eBay tersebut resmi ditutup 1 September 2020. Alasan Telkom penutupan tersebut karena Telkom hanya akan fokus pada bisnis e-commerce di segmen korporasi dan UMKM melalui transaksi business to business (B2B).
Saat ini peringkat pertama e-commerce di Indonesia adalah Tokopedia, merujuk data yang dihimpun iPrice. Pada kuartal II (Q2) 2021 Tokopedia adalah e-commerce yang mendapatkan pengunjung atau visitor web bulanan terbanyak di Indonesia. Total pengunjung Tokopedia mencapai 147.790.000 rata-rata bulanan.
Tokopedia saat ini telah merger dengan Gojek menjadi GoTo, dengan komposisi 58% saham GoTo dimiliki oleh Gojek dan sisanya 42% dimiliki Tokopedia. SoftBank Group menguasai 15,3% saham GoTo kemudian diikuti oleh Alibaba Group Holding dengan menguasai 12,6% saham perusahaan. Kepemilikan pemegang saham lainnya seperti Telkomsel, Astra Internasional, dan Google di bawah 10%.
Untuk digital platform, Telkom memiliki produk unggulan data center (pusat data) neuCentriX. Telkom memiliki inisiatif strategis untuk menjadikan Indonesia sebagai poros digital dunia (global digital hub) dengan membangun pusat data yang berlokasi di Singapura, Hongkong dan 13 kota besar di Indonesia, yang disebut neutral data center and internet exchange (neuCentrIX).
NeuCentrIX adalah ekosistem carrier-neutral data center dan solusi serba ada untuk layanan kolokasi, layanan cloud, dan internet exchange, mempertemukan para provider dan ratusan juta eyeball atau end user (pengguna akhir) yang dimiliki oleh Telkom Group.
NeuCentrIX menghadirkan data center yang terkoneksi dengan network Telkom maupun operator lain baik domestik maupun global. Namun bisnis pusat data di Indonesia ini juga sangat menggiurkan bagi para raksasa global.
Masyarakat Indonesia yang sangat menggemari layanan hiburan online seperti YouTube, Netflix, Tiktok dan Instagram Reel yang nota bene membutuhkan layanan penyimpanan data yang besar, ikut memicu tumbuhnya bisnis pusat data di Indonesia. Beberapa. raksasa global sudah membangun pusat data di Indonesia seperti Amazon, Alibaba, Google dan Microsoft.
Melihat gencarnya serbuan raksasa global di tiga domain bisnis Telkom di atas seharusnya disikapi Telkom dengan lebih agresif dan agile agar tetap bisa mewujudkan idealisme kedaulatan digital Indonesia, jangan sampai Indonesia menjadi bangsa yang terjajah di era informasi ini. Penjajahan digital harus dihapuskan dari bumi Indonesia. Merdeka !!!
*Penulis adalah Inisiator Petani Go Digital